Terbaru

Glosarium

Tanya-Jawab

Editorial

Kabar Buruh

Video

Opini & Analisa

Buruh Migran

Kasus

Perempuan

Kabar Rakyat

Perusahaan & Lowongan Kerja

HAM & Demokrasi

Buruh Keluhkan Harga Sewa Kontrakkan Ikut Naik

Kamis, 12 Januari 2017 Tidak ada komentar
Bekasi – Kenaikan upah pekerja pada November 2016 lalu, berimbas pada kenaikan barang dan jasa, salah satunya harga sewa kontrakan. Buruh menilai, kenaikan harga sewa kontrakan yang mengikuti kenaikan upah itu sangat memberatkan.Pasalnya kenaikan upah sangat rendah yaitu hanya 8,25 persen.

Rumah kontrakan milik Kartika Oman (foto: Kartika)
Sebagai contohnya kontrakan H. Indra yang beralamat di Kampung Pasir Konci RT/RW 014/09, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi mengalami kenaikan Rp.50.000.

Agung, salah seorang buruh yang menyewa kontrakan H. Indra mengatakan alasan kenaikan adalah menyesuaikan tarif listrik.

“Kalau upah naik, harga sewanya juga naik. Sekarang naik satu bulannya Rp.50.000, alasannya menyesuaikan dengan kenaikan tarif listrik,” tuturnya, Agung, Rabu (11/1/2017).

Kenaikan harga sewa kontrakan juga dirasakan oleh salah seorang buruh korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Ia merasa keberatan dan memutuskan mencari kontrakan baru yang lebih murah. Kenaikan harga kontrakan dinilai sangat memberatkan dirinya karena saat ini ia belum memiliki pekerjaan baru setelah dikenai PHK.

“Naik dari Rp.650.000 menjadi Rp.700.000 per bulan, ini sangat berat karena saat ini saya belum bekerja sejak di PHK,” ujar salah seorang yang meminta namanya dirahasiakan

Sementara itu, Kartika Oman yang juga memiliki kontrakan di Kampung Pasir Konci memilih tidak menaikkan harga sewa. Dirinya mempunyai pertimbangan lain, yaitu persaingan bisnis kontrakan.

“Kami tidak menaikkan harga sewa karena persaingan semakin ketat. Justru penghuni kontrakan bisa ‘kabur’ kalau kita naikkan,” ujarnya kepada Solidaritas.net

Kenaikan harga sewa kontrakan dinilai memberatkan buruh. Pasalnya kenaikan upah tahun ini tidak sampai Rp.500.000, nominal itu tidak sebanding dengan harga kebutuhan hidup yang semakin melejit. Mulai dari harga makanan, hingga biaya pengurusan administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang naik 100 hingga 300 persen.
Selengkapnya → Buruh Keluhkan Harga Sewa Kontrakkan Ikut Naik

Buruh Dipersulit Menjadi Pekerja Tetap

Rabu, 11 Januari 2017 Tidak ada komentar
Bekasi – Buruh PT Buana Samudera Lestari dipersulit perusahaan untuk menjadi pekerja tetap (PKWTT). Perusahaan kerap memperbarui perjanjian kerja. Mereka diminta membuat lamaran kerja baru, lalu dipekerjakan kembali dengan status pekerja harian lepas (PHL).

Ilustrasi buruh kontrak
(Sumber : refki-real.mywapblog.com)
Pembaruan perjanjian kerja biasanya dilakukan terhadap buruh yang sudah bekerja selama tiga tahun. Meskipun UU Ketenagakerjaan Pasal 59 ayat (6) membolehkan adanya pembaruan perjanjian kerja, namun itu hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun.

Sementara di PT Buana Samudera Lestari, pembaruan perjanjian kerja dilakukan secara berulang kali. Kontrak kerja diperbarui setelah tiga tahun, buruh masuk kembali dengan status PHL.

“Setelah itu dikontrak lagi, diperbarui lagi dan kembali menjadi PHL, begitu seterusnya sehingga buruh sulit mendapatkan kepastian kerja,” ujar salah seorang buruh yang meminta namanya dirahasiakan, Selasa (10/1/2017).

Kasus terbaru menimpa seorang buruh, sebut saja namanya Jamal yang bekerja di bagian mekanik sample sejak 10 Desember 2013-2016. Pihak Human Resources Development (HRD) menyatakan masa kontrak Jamal telah berakhir dan status kerjanya menjadi harian lepas, Kamis (15/12/2016).

“Katanya kalau mau dikontrak kembali harus membuat lamaran kerja yang baru,” ujarnya

Menurut sejumlah buruh, ada tiga faktor perusahaan menerapkan kebijakan itu. Pertama, perusahaan tidak mau mengangkat buruh kontrak menjadi buruh tetap karena upah buruh kontrak terbilang murah dan bisa dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) kapan saja.

Kedua, perusahaan ingin menutupi pelanggaran ketenagakerjaan pada masa kontrak kerja sebelumnya.

Ketiga, menghindari pembayaran tunjangan hari raya (THR) sebesar satu bulan upah. Padahal dalam Pasal 2 ayat 1 Permenaker No. 6/2016 dijelaskan bahwa pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:

(Masa kerja x satu bulan upah) / 12 = .......


Perusahaan yang memproduksi pakaian berupa kemeja dan gaun ini memberlakukan aturan yang menyalahi UU Ketenagakerjaan, yaitu buruh baru bisa menjadi pekerja tetap setelah lima tahun bekerja.

Tak hanya itu, buruh diwajibkan kerja hingga 12 jam tanpa upah lembur. Biasanya pihak HRD mengusir buruh dan menendang bangku apabila tidak mencapai target. Sedangkan seorang buruh yang berusaha memprotes hal tersebut jusru di PHK.
Selengkapnya → Buruh Dipersulit Menjadi Pekerja Tetap

Buruh Kontrak PT Tunggal Indotama Abadi Diangkat Menjadi PKWTT

Selasa, 10 Januari 2017 Tidak ada komentar
Bogor– Tuntutan buruh PT Tunggal Indotama Abadi (PT TIA) akhirnya membuahkan hasil. Sekitar 53 buruh PT Tunggal Indotama Abadi (PT TIA) diangkat menjadi buruh tetap (PKWTT), setelah sebelumnya buruh melakukan aksi selama dua hari berturut-turut.

Demo di depan PT TIA (foto: PPMI)
Selama ini perusahaan mempekerjakan mereka dengan status kontrak, padahal mereka telah bekerja selama 6 tahun, 10 tahun , bahkan ada yang telah bekerja 12 tahun lamanya. Mereka juga ditempatkan di bagian inti produksi seperti operator, cutting dan quality control.

Buruh yang tergabung dalam Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) itu mengapresiasi pencapaian serikat yang sudah memperjuangkan hak anggotanya.

“Ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Saya berharap buruh lain segera berserikat dan selektif dalam memilih serikat pekerja,” tutur salah seorang buruh yang enggan disebutkan namanya kepada Solidaritas.net, Sabtu(7/1).

Selain menuntut buruh kontrak (PKWT) diangkat menjadi buruh tetap (PKWTT), buruh juga menuntut pemberlakuan tujuh jam kerja sesuai kesepakatan buruh dan pihak pengusaha sejak awal bekerja , serta menuntut pembayaran upah lembur.
Pasalnya sejak tahun 2000, perusahaan tidak pernah menghitung kelebihan jam kerja sebagai lembur.

Dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 59 menyatakan, penggunaan tenaga kerja kontrak hanya bisa dilakukan selama dua tahun dan perpanjangan satu kali untuk masa kerja selama satu tahun.

Pasal 59 juga mengatur bahwa tenaga buruh kontrak hanya boleh digunakan untuk jenis pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Selengkapnya → Buruh Kontrak PT Tunggal Indotama Abadi Diangkat Menjadi PKWTT

Aturan Larangan Menikah Langgar UU Ketenagakerjaan

Tidak ada komentar
Bekasi – Sejumlah perusahaan menjadikan status belum menikah sebagai salah satu syarat diterimanya seorang pencari kerja. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan tidak mengatur tentang larangan menikah bagi para pencari kerja maupun bagi buruh yang sudah bekerja.

Sumber : Slideplayer.info
Sebagai contoh di PT Yamaha Indonesia Motor, dilansir dari Openkerja.com salah satu persyaratan untuk menempati posisi operator manufacturing adalah belum pernah menikah dan tidak sedang hamil. Persyaratan semacam ini sangat menyulitkan pencari kerja, sehingga biasanya ada pencari kerja yang terpaksa berbohong mengenai statusnya demi mendapatkan pekerjaan tersebut.

Maya salah seorang pencari kerja mengakui adanya kesulitan memenuhi persyaratan semacam itu. Pekerja yang berdomisili di Cibitung itu terpaksa harus pulang kampung ke Jawa Tengah untuk mengurus surat keterangan belum nikah.

Pasalnya di tempat ia melamar kerja di PT Epson mengharuskan dia memiliki surat keterangan belum menikah. Sedangkan kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dianggap belum cukup membuktikan statusnya.

“KTP diterima, tetapi pihak perusahaan tetap meminta surat keterangan belum nikah. Alasannya, dari yang sudah-sudah banyak pelamar kerja menggunakan KTP yang belum diperbarui status perkawinannya,” tutur Maya kepada Solidaritas.net, Jumat (6/1)

Tidak hanya dialami pencari kerja, hal serupa juga dialami buruh yang sudah bekerja. Bagi mereka yang sudah bekerja dan akan menikah terkadang diberi izin. Hanya setelah itu, kontrak mereka tidak diperpanjang atau diputuskan secara sepihak.

“Biasanya diizinin tapi setelah itu dihabisi kontraknya,” tutur Titin pekerja lainnya.

Sementara itu, kata dia, pihak perusahaan hanya menjelaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan buruh/pekerja yang sudah terikat pernikahan. Perusahaan tidak memberikan alasan lebih rinci yang dapat diterima buruh.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruh yang melangsungkan pernikahan menyalahi UU Ketenagakerjaan Pasal 153. Meskipun begitu, masih banyak perusahaan yang menetapkan aturan larangan menikah.

Pasal 153 ayat (1) huruf d menyebutkan:
“Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh nikah.”

Lebih lanjut Pasal 153 ayat (2) menjelaskan:
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.”




Selengkapnya → Aturan Larangan Menikah Langgar UU Ketenagakerjaan

Kawasan Industri Rawan Kecelakaan Lalu Lintas

Tidak ada komentar
Bekasi – Kawasan industri di Bekasi rawan terjadi kecelakaan lalu lintas. Banyak korban baik yang luka-luka maupun meninggal dunia berasal dari kalangan buruh.

Kondisi jalanan di MM 2100 pada sore hari/
Solidaritas.net "CC-BY-SA-3.0"
Sejumlah faktor menjadi pemicu adanya kecelakaan lalu lintas itu salah satunya konsentrasi buruh dalam mengendarai kendaraan bermotor.

Sepanjang perjalanan buruh memikirkan banyak hal, mulai dari kebutuhan hidup yang belum terpenuhi, harga kebutuhan pokok yang mahal hingga cicilan yang belum terbayar.

Di saat yang bersamaan buruh juga ingin tiba dengan cepat di pabrik untuk menghindari sanksi pemotongan upah dan Surat Peringatan (SP) 1.

Tak hanya itu, buruh yang tempat tinggalnya jauh seperti di Sukatani, Jakarta dan Bogor, sudah kelelahan ketika baru tiba di pabrik.

Di tempat kerja, buruh diharuskan bekerja selama tujuh sampai delapan jam per hari, belum termasuk dengan lembur. Saat akan pulang mereka yang sudah lelah masih harus mengantri untuk melakukan absen.

Kondisi kerja semacam itu membuat buruh tidak konsentrasi saat mengemudi. Sementara di jalanan jumlah pengemudi mencapai puluhan ribu. Pengendara saling berdesakan, saling mendahului untuk segera tiba di tempat tujuan hingga terkadang kecelakaan tidak dapat dihindari.

“Buruh waktunya habis di jalan, selalu tergesa-gesa dan terburu-buru untuk menghindari sanksi dan ingin segera istirahat, sedangkan pikiran mereka dipenuhi berbagai persoalan hidup,” tutur salah seorang buruh yang enggan disebutkan namanya, Jumat (6/1/2017)

Selain itu, kecelakaan juga disebabkan oleh kondisi jalan yang rusak dan bergelombang. Setiap harinya jalanan itu dilalui puluhan ribu buruh. Kondisi itu berkaitan dengan semakin banyaknya jumlah buruh yang bisa memiliki motor karena sekarang buruh bisa membelinya dengan mencicil.

Pengguna jalan saling berdesakan /
Solidaritas.net "CC-BY-SA-3.0"

Lihat saja data sekitar tahun 2001. Di setiap pabrik paling banyak ada 5 kendaraan roda dua. Buruh ke pabrik menggunakan angkutan umum dan ada pula yang jalan kaki.
Sekarang, sejak pembelian motor bisa dicicil, kendaraan di pabrik mencapai ratusan.

Pada tahun 2012 di Bekasi ada sekitar 4.000 pabrik yang tersebar di tujuh kawasan. Belakangan jumlah tersebut bertambah, ada kawasan baru seperti Greenland International Industrial Center (GIIC) dan Kawasan Industri Terpadu Indonesia Cina (KITIC).

Tahun 2015, di kawasan Newton Techno Park, tepatnya di jalan Cikarang-Cibarusah seorang buruh tewas terlindas mobil. Kemudian seorang buruh perempuan meninggal di kawasan Jababeka II akibat terlindas kontainer.

Di depan kawasan Hyundai, seorang pedagang soto meregang nyawa akibat ditabrak mobil. Kemudian, terjadi tabrakan antara Honda Vario dan mobil Hino di perempatan PT Ichiko Indonesia, Jalan Irian, Kawasan MM 2100, korban mengalami luka parah hingga dilarikan ke RS Karya Medika Cibitung.

Tahun 2016 setidaknya tercatat dua kali kecelakaan. Seorang buruh perempuan PT Yamakou Indonesia, Heni Widyaningsih. mengalami kecelakaan di kawasan industri Hyundai, Cikarang Selatan. Tepatnya di jembatan Gandamekar penghubung jalan kawasan MM2100, Selasa  25 Oktober 2016. Ia meninggal dengan kondisi kepalanya pecah karena terjatuh di kolong bus yang sedang melintas.

Kecelakaan lalu lintas tidak hanya dialami buruh. Tiga orang pelajar juga mengalami kecelakaan di Kawasan Industri MM 2100. Salah seorang diantaranya tewas, sedangkan dua lainnya mengalami luka berat pada 24 Oktober 2016.
Selengkapnya → Kawasan Industri Rawan Kecelakaan Lalu Lintas

Perjuangan Buruh Migran Merebut Kontrak Mandiri

Tidak ada komentar
Kontrak mandiri, atau mengurus proses kontrak kerja tanpa menggunakan agen jasa penyalur (agency) untuk bekerja dengan majikan bagi pekerja rumah tangga di Hong Kong, diberlakukan kembali. Perjalanan panjang perjuangan buruh migran ini dimulai sejak tahun 2000. Buruh migran memperjuangkannya dengan berbagai cara. Dari mulai dialog, kampanye, aksi dan lobi baik menuntut kepada pemerintah di tanah air maupun di negara penempatan.

BMI menuntut kebebasan berkontrak.
Foto: Ramses / dok. Kobumi
Perjuangan kontrak mandiri ini juga adalah salah satu cara melawan overcharging (biaya penempatan yang berlebihan) yang selama ini membelenggu buruh migran Indonesia (BMI) dengan biaya penempatan yang  tinggi. Tercatat dari tahun 2000 - 2015, biaya agen mencapai HK $ 21 000, dan dibayar dengan menyicil sebanyak tujuh kali. BMI mengeluarkan HK $ 3000 per bulan selama tujuh bulan pertama di Hong Kong.

Sebelum tahun 2004, BMI dilarang untuk melakukan proses kontrak dengan majikan secara mandiri atau direct hiring. Hal ini menyebakan buruh migran terjebak pada pungutan biaya agen yang mahal. Hal ini bukan saja terjadi kepada BMI pendatang baru di Hong Kong, tapi juga BMI yang memperpanjang kontrak dengan majikan atau BMI yang berganti majikan.

Sebenarnya, aturan resmi pemerintah Hong Kong  hanya membolehkan 10% dari upah BMI digunakan membayar jasa penyalur. Namun, karena aturan penyalur yang mengikat BMI, penyalur menjadi semena-mena menerapkan biaya agen sampai berkali-kali lipat. Kondisi ini kemudian dibandingkan dengan buruh migran dari negeri lain yang bisa memproses kontrak secara direct hiring. BMI merasa sangat dirugikan oleh agen penyalur. Hal inilah yang mendasari tuntutan kontrak mandiri segera diberlakukan untuk BMI.

Tahun 2004, kembali protes yang dilakukan oleh BMI yang tergabung dalam organisasi PILAR  melakukan aksi  dan berhasil memobilisasi massa dalam aksi puncak pencabutan SE 2524 tentang pelarangan kontrak mandiri. Aksi tersebut berhasil membuat KONJEN Ferry Adam Har turun dan membacakan sendiri pencabutan SE 2524 dan mengumumkan diijinkannya proses kontrak mandiri. Kemenangan ini disambut dengan suka cita oleh BMI.

Tahun pertama syarat kontrak mandiri ini sangat mudah, hanya diperlukan tiga persyaratan bagi buruh migran, yaitu bisa dilakukan hanya dengan mengajukan dokumen ID-HK, paspor dan kontrak kerja lama. Namun pada tahun-tahun berikutnya, ada 13 syarat yang harus dipenuhi dan beberapa syarat yang harus didatangkan dari tanah air.

Beberapa syarat sangat memberatkan BMI, yaitu harus ada perjanjian  yang di-tanda-tangani di depan pengacara hanya untuk memastikan BMI diberi fasilitas layak, padahal secara jelas sudah tertulis di perjanjian kontrak kerja yang ditanda-tangani oleh majikan dan buruhnya. Syarat lainnya adalah mengirim surat kepada PJTKI yang memberangkatkannya untuk memberitahukan bahwa BMI sudah tidak menjadi tanggung jawab PJTKI , dan surat tersebut harus melalui register cap kantor pos di Hong Kong.

Tidak sampai setahun BMI merasakan kegembiraan dengan adanya kontrak mandiri. Kemenangan kecil itu diambil kembali oleh 13 syarat tersebut. Akhirnya banyak BMI memilih kembali menggunakan agen untuk mendapatkan kontrak kerja.

Pada tahun 2008 kontrak mandiri kembali dibekukan oleh KONJEN Teguh Wardoyo. Pembekuan kontrak mandiri itu dibarengi dengan aturan sistem online yang mengatur BMI tidak boleh pindah agen sebelum dua tahun menyelesaikan kontrak. Disinilah perampasan upah semakin menjadi karena pelarangan kontrak mandiri itu. Banyak BMI yang terpaksa harus membayar agen berkali lipat ketika di kenai pemutusan hubungan kerja (PHK/interminate) dan tidak bisa pindah ke agen penyalur lain. Banyak BMI memilih menjadi ilegal karena overcharging, banyak BMI yang memilih bekerja ilegal di Macau dengan resiko yang sangat tinggi, bahkan menjadi target sindikat penjualan narkoba.

Gema tuntutan kontrak mandiri dan permasalahan BMI lainnya terus dikobarkan, apalagi makin banyak organisasi dan aliansi bermunculan. Istilah kontrak mandiri menjadi populer dan hal ini adalah satu kemenangan di tingkat akar rumput. Tuntutan kontrak mandiri selalu menjadi tuntutan utama di setiap aksi, baik lokal maupun internasional. Hingga pada akhirnya pada tanggal 14 Desesmber tahun 2016 KJRI mengumumkan kontrak mandiri diberlakukan kembali untuk BMI yang memperpanjang kontrak dengan satu majikan.

Keberhasilan perjuangan kontrak mandiri menjadi bukti, bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. Meski hasilnya masih jauh dari tuntutan yang seharusnya didapat. Pemerintah memberlakukan kontrak mandiri ini dengan setengah hati, karena yang boleh melakukan proses kontrak mandiri hanyalah BMI yang memperpanjang kontraknya dengan majikan yang sama. Sementara BMI yang pindah majikan dan yang baru datang dari negari asal, ia harus tetap menggunakan jasa agen penyalur dan PJTKI. Ini artinya, BMI tetap saja pada kondisi tidak bisa lepas dari praktek overcharging.

Sikap setengah hati pemerintah kepada BMI adalah cermin bahwa pemerintah masih berpihak kepada PJTKI maupun agency ( pemodal ). Sikap ini melahirkan perbudakan hutang bagi buruh migran di negara penempatan melalui tingginya biaya penempatan yang masih diberlakukan kepada BMI pendatang baru, karena masih harus menggunakan PJTKI dan agen untuk pengurusan proses kontraknya. Jadi kemenangan kontrak mandiri tidak akan ada artinya tanpa memberlakukan kontrak mandiri kepada semua BMI.

Buruh migran harus berorganisasi untuk melawan semua ini. Keberhasilan di atas adalah keberhasilan yang dilakukan secara terorganisir dan dengan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan BMI yang selama ini sengaja dibuat bodoh oleh penguasa. Kondisi kerja yang harus siap siaga  dan tinggal di rumah majikan selama 24 jam dalam satu minggu, adalah salah satu proses yang membuat BMI terus dibodohi. Kami akan terus berjuang sampai menang!**

Penulis:
Umi Sudiarto - Ketua Komunitas Buruh Migran (KOBUMI), bekerja di Hong Kong.
Selengkapnya → Perjuangan Buruh Migran Merebut Kontrak Mandiri

Pengungsi dan Buruh

Tidak ada komentar
Isu pengungsi lintas batas (refugees) dan pencari suaka (asylum seekers) belum menjadi isu penting di Indonesia. Meskipun isu pengungsi merupakan bagian dari isu besar migrasi penduduk. Isu buruh migran Indonesia dan buruh migran asing, yang juga bagian dari isu migrasi, sebenarnya sudah sering menjadi polemik, dan tak jarang disertai dengan “bumbu-bumbu” argumentasi nasionalisme sempit. Padahal, selain isu pengungsi memiliki irisan dengan isu buruh migran dalam soal hak atas pekerjaan (rights to work).

Pengungsi adalah manusia. (Foto: Haeferl)
Belum menjadi isu yang cukup penting, bisa jadi karena beberapa hal: pertama, jumlah pengungsi di Indonesia sekitar 13.679 (Maret 2016) orang [1], cukup kecil dibandingkan dengan jumlah pengungsi di Malaysia 150.699 orang (Oktober 2016) [2] . Kedua, Indonesia dianggap sebagai daerah transit untuk menuju ke Malaysia atau Australia.

Para pengungsi dan pencari suaka ini “pergi” dari negeri mereka masing-masing bukan tanpa alasan yang jelas. Pun, datang ke negeri-negeri tertentu dengan alasan yang manusiawi: melanjutkan hidup.

Jika diteliti penyebabnya, para pengungsi dan pencari suaka ini melarikan diri dari tempat kelahirannya karena menjadi korban kebijakan ekonomi, kekerasan berbasis suku, agama dan ras (SARA), persekusi karena identitas dan orientasi seksual, konflik bersenjata, perbedaan politik dan ideologi, maupun bencana alam. Para pengungsi ini mendatangi negeri-negeri yang dianggap lebih damai, dapat melindungi, sehingga dapat melanjutkan hidup. Dalam soal melanjutkan hidup, tentu terkandung unsur kesempatan untuk bekerja.

Namun sangat disayangkan, meski berbagai negara sudah meratifikasi kebijakan internasional dalam soal penanganan pengungsi, pemerintah Indonesia bahkan belum ikut menandatangani Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967. Padahal, secara konstitusional telah diatur dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.

Korban dua kali

Kenyataan sering kali tak sesuai harapan. Para pengungsi yang melarikan diri untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik ini di negari-negari transit maupun negara penerima malah diperlakukan secara diskriminatif dan mengalami kekerasan.

Di Indonesia, misalnya, menurut data yang di dapat dari SUAKA— suatu lembaga jaringan untuk kampanye dan solidaritas terhadap pengungsi, para pengungsi ini mengalami pemenjaraan, pelecehan, pemerasan fisik, pelarangan untuk bersosialisasi dengan dunia luar, hingga dilarang untuk bekerja.  Padahal, para pengungsi ini saat melarikan diri memiliki berbagai kesulitan baik dalam soal bahasa, budaya, keuangan, maupun kesehatan.

Di negari-negari maju seperti Australia, Amerika atau negara-negara di Eropa, pengungsi dianggap sebagai biang dari krisis di suatu negara. Donald Trump misalnya, dalam berbagai kampanye pada pemilu presiden di Amerika Serikat yang lalu, seringkali menjadikan imigran (termasuk pengungsi) sebagai biang krisis. Padahal, krisis ekonomi disebabkan oleh semakin menumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Sebaliknya mayoritas penduduk dunia hidup dengan pendapatan yang rendah, dan tidak sedikit di antaranya sama sekali tak punya pekerjaan.

Tidak hanya tudingan sebagai penyebab krisis. Tuduhan sebagai teroris juga mereka terima. Pemerintah Australia, misalnya, yang sering menolak pengungsi dan juga turut mendukung invasi ke Irak dan Afghanistan, membiarkan kelompok-kelompok kanan melakukan intimidasi dan serangan terhadap para imigran yang beragama muslim yang mayoritas diantaranya berasal dari negeri-negeri yang sedang berkonflik di jazirah Arab maupun Afrika, seperti Sudan. Kebijakan pemerintah yang diskriminatif pada pengungsi ini akhirnya bertemu dengan gerakan Islamophobia.

Apa sebaiknya sikap buruh?

Lain halnya di Indonesia, beberapa kelompok elit politik, kelompok kanan dan serikat buruh, seperti KSPI dan KSPSI, berkampanye anti buruh Cina, padahal jumlah buruh Cina yang bekerja di Indonesia kurang lebih 70.000an orang. Lebih sedikit dengan jumlah buruh migran Indonesia di sepanjang tahun 2016 yang bekerja ke Malaysia sebanyak 80.906 ribu orang dan total 212.900 orang ke 152 negara [3].

Bukan kah suatu sikap diskriminatif kepada sesama buruh apabila kita menolak orang lain bekerja di Indonesia, sementara Indonesia merupakan pengirim buruh migran ke negara-negara lain, bahkan jauh lebih banyak.

Dan tidak sedikit buruh-buruh migran asal Indonesia mendapatkan perlakuan diskriminatif, pelecehan, kesewenang-wenangan dan kekerasan di negeri-negeri penerima, baik di Malaysia, Eropa, Amerika, Australia ataupun juga negera-negara Arab.

Dan apabila kita berlaku diskriminatif serta cenderung rasis terhadap imigran manapun, termasuk Cina, dengan demikian kita sedang mengadopsi rasisme, mengadopsi politik penindas, padahal kita sendiri ataupun buruh migran Indonesia seringkali menjadi korban rasisme, korban penindasan. Seperti halnya, kesenjangan upah antara buruh kulit berwarna dengan buruh kulit putih adalah cerminan rasisme. Penyebutan ekspatriat terhadap buruh migran Eropa, misalnya, adalah bentuk rasisme.

Karena itu, baik pengungsi, pencari suaka dan imigran pada umumnya berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di mana pun dan kapan pun, dengan bekerja orang dapat hidup lebih layak. Apabila masalahnya adalah lapangan pekerjaan yang sedikit maka jumlah pekerjaan yang lebih banyak itu lah yang seharusnya kita tuntut pada pemerintah dan dunia internasional. Apabila masalahnya adalah kesenjangan upah, maka kebijakannya lah yang harus diubah agar tidak lagi diskriminatif. Bukan dengan turut serta menyebarluaskan politik rasisme. Jika demikian, kita membiarkan orang-orang kaya dan super kaya dunia, mencuci tangannya atas masalah yang telah mereka buat.
Selengkapnya → Pengungsi dan Buruh
Jangan lewatkan