Buruh Hamil Kena PHK, Ratusan Buruh Geruduk Toyota dan Kedubes Jepang

1

Jakarta – Ratusan buruh yang tergabung dalam Komite Solidaritas Perjuangan untuk Buruh Nanbu (KSPBN) kembali melakukan aksi protes dengan mendatangi PT Toyota Manufacturing di Sunter Jakarta Utara dan kedutaan besar Jepang di Menteng Jakarta Pusat pada Minggu (8/04/2018). Masalah dipicu karena pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ibu hamil, korban kecelakaan kerja dan sekitar 40 buruh lainnya.

PHK sepihak terjadi di salah satu perusahaan subkontraktor Toyota, PT. Nanbu Plastics Indonesia (PT NPI) yang berlokasi di kawasan MM2100, Cibitung, Kabupaten Bekasi. Pengusaha juga diduga melakukan pemberangusan serikat pekerja (union busting).

Menurut seorang buruh PT. NPI, sebut saja bernama Mariam, PHK dimulai dari pemanggilan empat orang pengurus inti ke ruangan pertemuan. Manajer HRD, Richard Sinanu menyatakan buruh dikenai PHK. Dengan dikawal pengamanan pabrik, buruh digiring keluar dan hanya diberikan waktu 15 menit untuk berkemas.

Tindakan sewenang-wenang dilanjutkan dengan mengambil paksa kunci sekretariat dan mengambil dokumen-dokumen penting. PHK kemudian dilanjutkan terhadap buruh lainnya, termasuk buruh perempuan yang sedang hamil.

Diketahui, masalah ini berawal dari advokasi Serikat Buruh Bumi Manusia PT NPI (SEBUMI PT NPI) terhadap anggotanya yang mengalami kecelakaan kerja. Buruh perempuan, Atika Nafitasari mengalami kecelakaan kerja satu ruas jari tengahnya terpotong saat menjalankan mesin pres. SEBUMI PT NPI juga menuntut delapan buruh kontrak lainnya untuk segera diangkat menjadi karyawan tetap sesuai peraturan perundang-undangan.

Menurut SEBUMI, tuntutan ini masih dinilai wajar karena serikat hanya menuntut sembilan pekerja menjadi karyawan tetap.

“Kami cuma menuntut anggota kami saja yang diangkat sesuai dengan amanat UU Serikat Buruh bahwa serikat harus membela anggota. Hanya 9 orang saja yang kami tuntut. Jumlah buruh kontrak Nanbu sendiri ada sekitar 300 orang,” kata salah seorang orator aksi.

Toyota dinilai harus bertanggung jawab karena telah berkomitmen dalam kode etiknya untuk memenuhi hak-hak buruh, mematuhi peraturan di suatu negara, memenuhi hak asasi manusia dan tidak melakukan diskriminasi.

Aksi dilanjutkan ke Kedutaan Besar (Kedubes) Jepang. Buruh menuntut Kedubes Jepang agar memastikan perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia mematuhi hukum yang berlaku.

“Selama ini kita dijajah oleh modal Jepang yang mengusai sektor otomotif, tapi buruh malah diperlakukan sewenang-wenang. Buruh korban kecelakaan kerja di-PHK, bahkan buruh hamil juga di-PHK. Modal Jepang mendapatkan kemudahan investasi sejak tahun 1974. Toyota sendiri sudah beroperasi selama 43 tahun di Indonesia. Jadi mereka seharusnya patuh hukum di Indonesia,” tandas seorang orator aksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *