Keracunan Makanan Intai Nyawa Buruh

0

Solidaritas.net – Perlu diwaspadai jika kita sedang memakan makanan kita khususnya makanan katering. Sudah ada korban keracunan makanan sebanyak 26 buruh pabrik di PT Acommerce Solusi Lestari Jalan Wahab Affan, Kecamatan Medansatria, Bekasi, Jawa Barat. Beberapa korban pun dilarikan ke Rumah Sakit Ananda, Kranji, Kecamatan Bekasi Barat, untuk menjalani perawatan medis.

Foto ilustrasi. Kontributor: Donny (CC-BY-SA-3.0)

Polisi setempat belum mengetahui jenis makanan apa yang sudah meracuni korban. Hal itu masih diselidiki oleh pihak kepolisian. Pihak kepolisian meminta keterangan terkait makanan yang telah meracuni para buruh tersebut kepada perusahaan katering yang memasok makanan siang ke pabrik tersebut.

“Mereka mengalami keracunan usai makan makanan yang disediakan perusahaan,” kata Sukadi selaku Kapolsek Medansatria, dilansir dari Merdeka.com, Sabtu (4/3/2017).

Penjelasan dari Rudi (44), mengatakan bahwa para korban kini sedang menjalani perawatan di ruang Gawat Darurat RS. Ananda. Dan pada saat itu, menu yang dimakan oleh para buruh adalah telur balado, ayam cincang, dan sambal. Menu sambal-lah yang menjadi penyelidikan paling utama oleh pihak kepolisian Medansatria. Bahkan salah satu buruh yang menjadi korban ada yang menuturkan kalau sambalnya sudah bau apek.

Diduga makanan katering itu dikonsumsi oleh para buruh pabrik pada jam istirahat buruh pabrik yang bekerja di shift malam yaitu jam 18.00 – 23.00 WIB. Setelah makan makanan tersebut, Wulandari (33) mendadak mual dan muntah-muntah di ruang kerjanya. Karena khawatir apa yang terjadi dengan Wulandari, akhirnya ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Ananda, Bekasi Barat untuk mendapatkan perawatan medis.

Kasus serupa juga pernah menimpa 23 pekerja perempuan PT JVC Elektronik Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri Suryacipta, Kecamatan Ciampel. Pekerja mendadak mengalami sakit perut, pusing-pusing dan muntah-muntah pada 9 Januari 2015. Mereka mengalami keracunan makanan yang disajikan oleh pihak perusahaan.

Pada 26 Januari lalu, 26 pegawai pabrik kerupuk di Blok Dukuh, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, juga mengalami nasib yang sama, keracunan makanan.


Serikat Buruh Harus Awasi

Sudah menjadi rahasia umum jika pabrik kerap tidak menyajikan makanan yang sehat dan bersih. Meskipun tidak semua perusahaan berbuat hal seperti ini, namun tak sedikit yang memainkan harga katering. Jasa-jasa pasokan ke perusahaan kerap dipegang oleh oknum tertentu yang disebut orang dalam. Melalui mereka, proyek pengadaan jasa katering didapat dengan memberikan imbalan komisi per unit pesanan. Misalkan, jika harga seporsi makanan Rp15.000, maka si orang dalam mendapatkan jatah komisi Rp1.000 per porsi. Seringkali, proyek pengadaan jasa katering ini diserahkan kepada pihak yang dianggap kuat di lingkungan sekitar perusahaan, misalnya pimpinan ormas, agar keberlangsungan perusahaan lebih aman. Lalu, si orang kuat ini menyerahkan pengadaan katering ini ke pihak jasa katering dan tentu saja dengan mengutip komisi juga. Sebagai akibatnya, pihak jasa katering harus menyesuaikan diri dengan budget seadanya dan menekan ongkos produksi. Makanan sisa hari sebelumnya yang sudah tak layak konsumsi harus didaur ulang agar keuntungan bisa maksimal. Memasukan bahan pengawet juga bukan masalah.

Jika sudah begini, pekerjaan rumah serikat buruh otomatis harus bertambah. Tugas serikat buruh tak hanya urusan meningkatkan upah buruh dan memperbaiki status kerja, tapi juga harus memperhatikan kondisi kesehatan anggota, termasuk makanan yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada buruh.

Dalam soal serikat buruh, ada tiga masalah. Pertama, tak semua perusahaan mengizinkan keberadaan serikat buruh di pabrik. Seringkali, meski tanpa terang-terangan anti serikat pekerja, pengusaha dengan segala cara menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja. Dari mulai intimidasi, pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga mengintimidasi secara kasar dengan menggunakan orang ketiga, dilakukan.

Kedua, keberadaan serikat buruh tak otomatis memastikan serikat buruh tersebut berjuang untuk kepentingan buruh. Biasanya, perusahaan mendirikan serikat buruh boneka yang mengikuti kehendak majikan belaka. Atau, serikat-serikat buruh sudah terbiasa dengan “harmonisasi” sehingga tak mau cari banyak perkara, meski nasib bahkan nyawa anggota jadi taruhan.

Ketiga, ada juga serikat buruh yang cukup maju mau memperjuangkan segala kepentingan anggota. Hanya saja, masalah-masalah keserikatburuhan yang standar seperti upah dan status kerja, seringkali sudah menyita banyak waktu dan tenaga. Sumber daya serikat masih terbilang minim untuk mengatasi segala masalah. Apalagi masalah yang berhubungan dengan kesehatan kerja memerlukan cara advokasi tersendiri.. Dalam hal ini, melatih anggota agar mau terlibat dan berkapasitas maju harus dilakukan kendati memerlukan waktu bertahun-tahun. Tiga masalah ini bisa saling berkait-kelindan.

Serikat buruh dapat memantau kondisi makanan anggota dengan secara periodik mengambil sampel makanan dan membawanya ke laboratorium untuk diperiksa. Sekaligus mengawasi kecukupan kalori, protein, mineral dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai dengan standar kesehatan. Jika terjadi penurunan kualitas makanan, tentu bisa sesegera mungkin ketahuan dan serikat buruh dapat melancarkan komplain ke pihak perusahaan sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *