Apakah Serikat Pekerja Wajib Dibentuk?

0
berserikat
Contoh kegiatan berserikat

Keberadaan sebuah serikat pekerja sangat penting dalam suatu perusahaan untuk menjalankan fungsi kontrol secara independen. Membentuk serikat pekerja bukan saja merupakan kebutuhan buruh terhadap wadah untuk memperjuangkan hak-haknya, tetapi juga adalah hak pekerja itu sendiri untuk berorganisasi. Membangun serikat pekerja merupakan hak asasi setiap pekerja.

Dalam sejarahnya, buruh pasti membutuhkan serikat pekerja sebagaimana buruh selalu membutuhkan peningkatan kesejahteraan dengan mendapatkan lebih banyak bagian atas hasil kerjanya. Serikat pekerja berhadapan dengan pengusaha yang selalu berupaya untuk meningkatkan profitnya, termasuk dengan menurunkan nilai yang diterima oleh buruh dari hasil kerjanya. Dalam proses tarik-menarik kepentingan, keberadaan serikat pekerja ibarat perahu untuk berlayar di tengah ganasnya ombak dunia eksploitasi di bawah ekonomi kapitalistik.

Alasan berserikat

Jika ditanyakan apakah serikat pekerja wajib dibentuk atau tidak, maka jawabannya tidak ada kewajiban buruh untuk membentuk serikat pekerja. Membentuk serikat pekerja adalah hak yang timbul dari kebutuhan sebagaimana yang dijelaskan di atas, sehingga pekerja cenderung akan berusaha membangun wadah berserikat tanpa perlu diwajibkan. Yang perlu diwajibkan untuk menerima keberadaan serikat pekerja adalah para pengusaha/pemberi kerja.

Dalam Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, disebutkan, “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh…”

Artinya, setiap pekerja dapat menggunakan hak berserikatnya atau tidak menggunakan hak berserikatnya. Setiap pekerja dapat menjadi anggota serikat atau menolaknya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, termasuk dari pihak serikat itu sendiri. Dengan kata lain, keanggotaan serikat pekerja berdasarkan kesukarelaan. Biasanya, buruh bergerak membentuk serikat ketika mengalami permasalahan bersama dan adanya keinginan untuk mengubah keadaan. Buruh merasa perlu untuk meningkatkan kesejahteraannya yang pada umumnya berangkat dari dua hal.

Baca juga: Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja

Pertama, kesejahteraan yang rendah dan kondisi kerja yang buruk dan/atau tidak adil. Kondisi upah yang terlalu rendah, target yang terlalu tinggi, status kerja yang tidak pasti dan berkepanjangan, lembur tidak dibayar, hak istirahat yang tidak diberikan dan tunjangan yang tidak disediakan, adalah di antaranya kondisi-kondisi yang melatarbelakangi buruh ingin berserikat. Tidak adanya pemenuhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan terjadinya kecelakaan kerja sampai taraf yang ekstrim juga memperkuat alasan buruh untuk melawan. Di sisi lain, kondisi perusahaan yang mendapatkan banyak keuntungan yang kontras dengan pemenuhan kesejahteraan dapat memberikan perasaan tidak adil di kalangan buruh.

Kedua, adanya regulasi berupa undang-undang maupun peraturan yang tidak dijalankan oleh pihak pengusaha. Kondisi-kondisi kerja yang buruk itu merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini membuat buruh memiliki alasan hukum untuk memperkarakan permasalahan kesejahteraan dan kondisi kerjanya. Pelanggaran hak pekerja misalnya, upah dibayar di bawah ketentuan upah minimum, tunjangan hari raya tidak dibayarkan, lembur tidak dibayarkan, tidak adanya jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan (BPJS) dan sebagainya. Alasan normatif ini memberikan dorongan yang lebih besar bagi buruh untuk mendirikan serikat pekerja sebagai sarana perjuangan agar kondisi kerja menjadi lebih ideal yang minimal sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kelemahannya, jika kesadaran berserikat hanya sebatas kesadaran kasus, maka ketika kasus selesai, perasaan membutuhkan serikat pekerja berkurang bahkan menghilang, sehingga buruh menjadi tidak aktif berserikat. Serikat buruh diterlantarkan dan seringkali hanya dikelola oleh segelintir pengurus, sehingga serikat kehilangan kekuatannya. Namun, bagi buruh yang menyadari pentingnya berserikat akan mampu membangun serikat untuk memperjuangkan kepentingan di atas normatif, misalnya memperjuangkan bonus ketika penjualan dan keuntungan perusahaan sedang tinggi, memperjuangkan kebijakan yang pro buruh dengan cara berpolitik, bahkan mampu membangun partai sendiri untuk menjadi salah satu kekuatan politik yang diperhitungkan.

Hal ini hanya mungkin jika, serikat benar-benar dikembangkan sebagai sekolah kaum buruh, wadah di mana buruh ditempa untuk mengembangkan kapasitasnya dalam soal-soal ketenagakerjaan dan kebijakan perburuhan. Kekuatan gerakan buruh tidak perlu diragukan lagi merupakan suatu alat, yang bila digunakan dengan efektif, berkekuatan raksasa yang menghimpun pikiran, tenaga dan dana. Alat ini dapat menjadi kekuatan perubahan yang efektif di suatu negeri di bawah bobroknya sistem ekonomi politik yang eksklusif hanya untuk kepentingan pemilik modal dan elite.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *