>
Kronologi

KRONOLOGIS PERLAWANAN WARGA KECAMATAN WERA TERHADAP EKSPANSI TAMBANG PASIR BESI

  • FEBRUARI 2011

23 Feb 2011 Mahasiswa Wera (AMW) Bima Makassar berunjuk rasa di depan Monumen Mandala, perusahaan tambang di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). (makassar.tribunnews.com/mobile/view/57187)

  • JUNI 2010, DESA OI TUI

Setelah lebih dari enam tahun beroperasi, PT. Jagat Mahesa Buana akhirnya mengirim produk tambang pasir besi ke Cina. Pengiriman perdana berlangsung Sabtu (26/6) lalu di dermaga Desa Oi Tui Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Di sisi lain, investasi di bidang pertambangan diapresiasi Pemprov NTB dan menilai Bima aman bagi investor.

  • MARET 2010, DUSUN RADU

Maret 2010, warga kembali menghadang operasi perusahaan di sekitar dusun radu. Warga menutup akses untuk kendaraan yang sedianya mengangkut pasir. Aksi yang di lakukan warga di hentikan paksa oleh aparat Brimob dan Polresta Bima, terjadi bentrokan antra warga dan pihak aparat, akibatnya banyak warga yang terluka.

  • NOVEMBER 2009, MAKASSAR SULSEL

Sekitar 30 mahasiswa lintas perguruan tinggi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bima menggelar aksi solidaritas di depan Kampus I UIN Alauddin, Jl Sultan Alauddin, Makassar, Selasa (10/11), pukul 09.00 wita. Mereka menuntut penutupan tambang pasir besi di Kecamatan Wera-Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut Muhaimin, koordinator lapangan aksi itu, gempa berkekuatan 6,7 skala ritcher yang terjadi di Bima Senin (9/11) dini hari, adalah karena tak seimbangnya lagi kondisi lingkungan di Bima.

Bahkan, mereka mensiyalir, sejak beroperasinya tambang pasir kuarsa di kawasan pegunungan itu, menjadi salah satu pemicu terjadinya gempa. “Makanya, kami hanya menuntut pencabutan izin tambang itu” katanya saat ditanya mengenai tuntutannya dalam aksi ini.

Aksi ini sempat memperlambat arus lalu lintas di jalan poros utama yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan tujuh kabupaten di sebelah selatan Sulsel ini Pengunjuk rasa melakukan aksi teaterikal. Mereka mengusung duplikat keranda.

Seorang pengunjuk rasa yang berorasi, menegaskan keranda mayit itu sebagai simbol matinya demokrasi di negeri ini, khususnya di Kabupaten Bima

Selasa (22/Juli/08), Bima NTB

Pukul.09.00: Pihak kepolisian  dari Polres Bima mendatangi lokasi base camp dan mulai melakukan penyisiran ke pemukiman warga. Warga yang tidak bersiap sedia dan sama sekali tidak tahu kedatangan polisi tidak bisa berbuat apa-apa, ketika polisi mulai menangkapi beberapa warga secara brutal. Polisi melakukan penyerbuan, pemukulan, dan menyeret beberapa warga yang dianggap pelaku pengrusakan. Ada 16 warga yang ditangkap disertai dengan pemukulan, beberapa lainnya diseret-seret hingga menimbulkan luka di sekujur tubuh, dan seorang warga dilarikan ke Rumah Sakit sampai saat ini belum sadarkan diri. Warga yang ditangkap dan mengalami tindak kekerasan pada umumnya sudah berusia lanjut (60-an keatas).

Karena ketakutan dengan kebrutalan pihak kepolisian, ribuan warga melarikan diri ke hutan dan gunung yang berada agak jauh dari pemukiman mereka.

Berikut nama warga yang  ditangkap: Haji Wahab, Ridwan Yusuf, Abdul Rahman, Arifin,ArisFandi, Masrin, Masrun Karim,Yasin, Hasanuddin,Burhan,Sri Hartati,Sahruddin,Imran,Hasan

Seorang warga bernama M. Saleh saat itu dirawat di Puskesmas Wera dan tidak  sadarkan diri.

  • JULI 2008

Senin (21/Juli/08), Bima NTB

Pukul. 07.00, warga dari berbagai desa di Kecamatan Wera berkumpul dan menuju titik aksi, pukul.09.00,  massa yang tergabung Front Rakyat Menggugat  (FRM) melakukan aksi ke kantor Pemkab Bima dan DPDR kab. Bima. Di depan kantor  Pemkab, massa yang ingin bertemu dengan bupati di blockade oleh Satpol PP dan aparat kepolisian. Pihak  Bupati Bima sendiri tidak memperlihatkan itikad baik dalam menyelesaikan masalah.  di kantor Pemkab Bima diterima Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), Drs Syahbudin AM menyatakan, pemerintah akan mempertimbangan  dan mempelajari dahulu tutuntutan massa. Dia tidak ingin  mengambil keputusan yang salah, sementara ada banyak  yang dirugikan. Pihak Pemkab Bima tidak memperlihatkan itikad baik untuk memperhatikan tuntutan warga, bahkan mencoba mengadu-domba warga dengan mengadakan survey tentang yang pro dan menentang proyek penggalian pasir besi itu. Massa yang kecewa dengan pemkab akhirnya meninggalkan kantor Bupati dan bergerak menuju Kantor DPRD.

Pukul.12.00: Massa tiba dikantor DPRD dan diterima oleh salah seorang anggota dewan, yakni H. Supardi, SH. Di kantor DPRD massa menyampaikan tuntutannya agar pihak DPRD segera mencabut surat ijin ketiga perusahaan, yakni PT. Indomining, PT. PT. Jagad Mahesa, PT. Lianda Intan Mandiri yang melakukan eksploitasi galian pasir besi di Kec. Wera, Kab Bima. Pihak DPRD merespon tuntutan massa dengan menyampaikan bahwa aspirasinya akan ditampung dan dipelajari dahulu.

Pukul. 14.00: Massa kembali  kekampung masing-masing dengan menumpangi beberapa truk. Sesampainya disana, masyarakat melakukan evaluasi terhadap aksi yang baru saja dilakukan siangnya. Beberapa warga mengungkapkan kekecewaan yang mendalam. Keputusan dari evaluasi aksi tersebut adalah warga akan melakukan penyegelan terhadap ketiga perusahaan tersebut, sebagai symbol protes karena ketidakbecusan pemkab. Menjelang malam, massa bergerak menuju base camp PT. Indomining, targetnya melakukan aksi “penyegelan” pintu secara simbolik, untuk menggambarkan tuntutan warga yang tidak direspon baik oleh pihak pemkab dan DPRD. Tidak tahan dengan emosi dan kekecewaan terhadap sikap Pemkab yang memihak ketiga perusahaan, massa kemudian melempari base camp perusahaan tersebut. Akibatnya, dinding base camp jebol dan beberapa fasilitas base camp rusak.

 

Discussion

No comments yet.

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started