Jumlah penulis di Mojok untuk rubrik esai memang jomplang antara laki-laki dan perempuan. Saya tidak menghitung secara pasti, tapi kira-kira ada di angka 75:25.
Uniknya, dari sedikit penulis Mojok perempuan itu biasanya tulisan yang bisa tembus akan lebih ramah kepada pembaca. Keterbacaannya cukup tinggi–meski bukan yang paling tinggi. Saya tak tahu penjelasan secara teorinya, yang jelas memang begitu faktanya.
Selain mengenai penulis perempuan, pembahasan mengenai politik memang jadi salah satu tema paling ramai dikunjungi di mojok–selain topik agama. Malah kadang-kadang, meski politik merupakan bahasan musiman, kecepatan dan jarak isu dengan tema yang ditulis tidak begitu berpengaruh banyak.
Misalnya, ketika ada tulisan soal Sandiaga Uno mengenai isu 500 miliar, tulisan yang dimuat berjarak beberapa hari dari isu itu pertama kali berembus pun tidak masalah secara keterbacaan. Sama seperti tulisan reaksi protes dari terpilihnya Kiai Ma’ruf Amin jadi cawapres yang penuh polemik, pun tetap ramai meski sudah beberapa hari isunya terlewati.
Oleh karena hal itu, untuk satu minggu ke depan, esai Mojok sementara hanya akan menerima penulis perempuan. Saya tahu, hal ini akan terkesan bias gender karena dengan memberi kesempatan lebih kepada perempuan saya bisa saja malah dituduh berlaku tidak sportif terhadap perempuan.
Hanya saja saya pikir esai Mojok memang sedang butuh penulis perempuan yang banyak (dan tentu saja berkualitas) untuk mengimbangi banyaknya perspektif laki-laki dalam melihat fenomena atau kasus di sekitar belakangan ini. Tapi ada satu hal yang perlu diingat, tidak hanya asal penulis perempuan yang dibutuhkan, esai Mojok juga menginginkan perspektif perempuan yang kuat juga.
Saya pikir ada cukup banyak topik yang “hanya” bisa ditulis perempuan dan itu jadi kekuatan besar. Seperti pengalaman melahirkan misalnya, mau ditulis oleh laki-laki dengan perspektif perempuan sekalipun, saya pikir hanya perempuan yang dianugerahi untuk bisa menceritakan apa yang sebenarnya dirasakan. Kekuatan-kekuatan dengan topik endemik itulah yang dibutuhkan esai Mojok untuk seminggu ke depan.
Selain itu, esai Mojok juga akan membatasi (sementara) mengenai isu-isu Pemilihan Presiden 2019, isu mengenai pertarungan cebong vs kampret, sampai isu politik lainnya, baik di ranah regional maupun nasional. Sebab saya pikir sudah terlalu banyak pemberitaan maupun tawaran opini soal itu di media lain, jadi biar Mojok memilih topik-topik lain selama seminggu ke depan.
Jadi dengan ini saya mengundang semua perempuan di muka bumi untuk mengirimkan tulisannya ke Mojok dengan tema yang ada di luar pusaran topik Pilpres 2019.
Selamat pagi dan selamat berlibur~