Terbaru

Editorial

Cari nama perusahaan...

Apa yang dimaksud dengan PMTK?

Rabu, 29 Oktober 2014

Maap, gan, saya mohon penjelasan tentang pengertian PMTK dan bagaimana perhitungannya? Soalnya, kalau saya googling dari Google, belum ketemu jawaban yang memuaskan. Khan, ada istilah 1 PMTK atau 2 PMTK, mohon penjelasannya?

(Pian, )

Jawaban:


Foto ilustrasi. Kredit: akuntansiitumudah.com
PMTK adalah kepanjangan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengacu pada aturan tentang hak-hak buruh dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Kepmenaker no.KEP-150/MEN/2000, kemudian direvisi dengan Kepmenakertrans no KEP-78/MEN/2001. Meski demikian, istilah ini masih sering digunakan hingga saat sekarang walaupun aturan tentang hak-hak buruh dalam proses pemutusan hubungan kerja telah diatur dalam Undang Undang no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Istilah 1 PMTK dan 2 PMTK sebenarnya mengacu kepada besarnya pembayaran hak-hak yang mesti diterima oleh buruh dalam proses pemutusan hubungan kerja. Istilah 1 PMTK disini diartikan sama dengan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4).

Sedangkan istilah 2 PMTK sendiri diartikan sama dengan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Pemutusan hubungan kerja (PHK) sendiri ditimbulkan oleh beberapa sebab dan masing-masing sebab ini memiliki konsekuensi tersendiri terhadap besarnya hak-hak buruh yang mesti dibayarkan oleh pengusaha seperti tercantum dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 160, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168 dan 169, serta putusan MK nomor 19/PUU-IX/2011 dan 012/PUU-1/2003, yaitu :

a) PHK atas kemauan buruh sendiri (mengundurkan diri), maka buruh berhak atas uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

b) PHK setelah buruh diputuskan bersalah dalam proses pengadilan perkara pidana, maka buruh berhak atas uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

c) PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka buruh berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

d) PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima buruh di perusahaannya, maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

e) PHK akibat perusahaan tutup secara permanen dan mengalami kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau perusahaan pailit, maka buruh berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

f) PHK akibat perusahaan tutup secara permanen dan tidak mengalami kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut, maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

g) PHK karena buruh meninggal dunia, maka kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besarnya sama dengan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

h) PHK karena buruh memasuki masa pensiun, maka jika pengusaha tidak mengikutsertakan buruh ke dalam program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

i) PHK atas permintaan buruh kepada lembaga PHI akibat pelanggaran pengusaha seperti tercantum dalam pasal 169 ayat (1), maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

Besarnya hak-hak yang diterima oleh buruh dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) minimal adalah sesuai ketentuan tersebut diatas dan dapat lebih tinggi dari ketentuan tersebut jika telah diatur dalam Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja atau Perjanjian Kerja Bersama.

Kendala yang biasa dihadapi oleh kaum buruh adalah penggiringan penyelesaian proses pemutusan hubungan kerja (PHK) ini ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) hingga ke tahap Mahkamah Agung (MA) dan Peninjauan Kembali (PK). Dengan menggiring penyelesaian proses PHK ke ranah pengadilan, maka posisi buruh akan semakin melemah, sebab setiap tahapan dalam proses pengadilan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit, suatu hal yang tidak dimiliki buruh, apalagi jika proses berlanjut ke tahapan yang lebih tinggi di MA akan dibutuhkan pengacara berlisensi.

Kondisi ini menguntungkan pengusaha sebagai pihak yang memiliki kekuatan (modal) untuk mengikuti seluruh proses pengadilan hingga ke tahap tertinggi. Maka sering kali tuntutan buruh terhadap besarnya pesangon yang seharusnya diterima akan gugur di tengah perjalanan dan lebih memilih menerima berapa pun besarnya pesangon yang ditawarkan oleh pengusaha, yang tentunya lebih kecil dari nilai yang seharusnya diterima buruh.

Referensi:


Undang Undang no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (limabelas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 157
(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas:
a. upah pokok;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.

(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.

(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Contoh perhitungan pesangon :


Buruh A dengan masa kerja 5 tahun memiliki upah pokok Rp.2.000.000,- ; tunjangan tetap Rp. 300.000,- ; tunjangan tidak tetap Rp. 125.000,-; komponen upah yang diperhitungkan sebagai dasar penghitungan pesangon adalah upah pokok ditambah tunjangan tetap sesuai pasal 157 ayat (1).

Jika PHK dengan ketentuan 2 PMTK , yaitu 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4) maka perhitungan nilai pesangon adalah [2 x {5 x (Rp.2.000.000,- + Rp. 300.000,-)}] +{ 2 x (Rp.2.000.000,- + Rp. 300.000,-)} + uang penggantian hak.

Jika PHK dengan ketentuan 1 PMTK, yaitu 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4) maka perhitungan nilai pesangon adalah {5 x (Rp.2.000.000,- + Rp. 300.000,-)} + {2 x (Rp.2.000.000,- + Rp. 300.000,-)} + uang penggantian hak.


*Bantu kami terus menyajikan informasi dengan berdonasi, KLIK DI SINI
Hubungi kami di BBM: 2BCF570E | Whats App/SMS: +6285716619721 | email: redaksi@solidaritas.net. Install aplikasi pembaca berita di Solidaritas.net Apps

3 komentar

  1. masukan sedikit nih : jadi kalo kusimak soal pertanyaan di atas aku asumsinya maksud dari PMTK itu yah...: dulu istilah PMTK pertama kali dipakai (entah siapa yang memulai) pada saat KEPMEN 150/2000 diberlakukan, istilah PMTK itu sebenarnya adalah singkatan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja sekarang dengan keluarnya UUK 13/2003 sebutan PMTK sudah jarang kudengar dalam setiap putusan kasus PHK yang ada saat ini adalah 1 atau 2 kali Pasal 156.karena dasar perhitungan pesangon yg tadinya dipakai adalah kepmen `50/2000 tidak digunakan lagi pasca keluarnya UUK 13/2003 tersebut.

    BalasHapus
  2. Kalo ngga salah nih ya..
    Pertama, PMTK itu singkatan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja.

    Kedua, asal muasal "istilah" PMTK seolah di-identik-kan sebagai ketentuan pesangon atas phk, itu berawal dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.4 Tahun 1986 (kalo ga salah sih) tentang PHK dan Pesangon,

    Nah.. mulai dari situlah istilah PMTK diidentikkan dengan ketentuan pesangon atas PHK.

    Padahal PMTK itu sendiri sejatinya hanya merupakan singkatan, dan BUKAN rumus Pesangon atas PHK.

    Selanjutnya, PMTK No.4/1986 tersebut dirubah menjadi PMTK No.3/1996, lalu dirubah menjadi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 yang hingar bingar itu... (Padahal isinya ga jauh beda dengan ke-2 aturan "PMTK" sebelumnya)

    Setelah itu hadir Kep.Men No.78/2001 (Alhilal Hamdi) yang bahkan juga jadi heboh Nasional dimana semua Serikat mendemo Kementerian Tenaga Kerja.

    Sampai akhirnya hadirlah UU 13/2003 yang salah satu point anehnya terkait Pengunduran Diri, yaitu soal Hilangnya Hak atas Penghargaan Masa Kerja dalam rumusan Pasal 162, yang akibatnya, mereka yang mengundurkan diri baik-baik "seolah" malah jadi ngga dapat apa-apa.. (kecuali ada aturan tentang Uang Pisah di PP/PKB perusahaan tsb)

    Bingung..?!
    Selamat datang di Indonesia...

    BalasHapus
  3. PMTK = Peraturan Menteri Tenaga Kerja

    Berawal dr Per.Men Tenaga Kerja (dan Transmigrasi) No.4 Tahun 1986 tentang PHK & Pesangon,

    Lalu Peraturan Menteri (PMTK) tersebut diganti dengan Per.Men No.3 Tahun 1996 yang juga masih terkait PHK dan (rumusan) Pesangon atas PHK..

    Karena kedua peraturan tersebut lah kemudian istilah "PMTK" seolah di-identik-kan dengan rumusan pesangon atas PHK.

    Dalam perjalanannya "PMTK" tersebut dirubah (lagi) menjadi Kep.Men No.150 Tahun 2000, lalu menjadi Kep.Men No.78 Tahun 2001 yang sempat menghebohkan dunia perburuhan Indonesia..

    Sampai akhirnya rumusan Pesangon atas PHK tersebut masuk kedalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 156.

    Soal mana yang "1 PMTK" atau "2 PMTK"?, uraian dalam tulisan ini sudah sangat gamblang memaparkan.

    BalasHapus

Kami sangat menghargai pendapat Anda, namun kami perlu memastikan komentar Anda tidak mengandung unsur kebencian SARA sehingga komentar Anda harus melalui proses moderasi.

Jangan lewatkan