Kondisi kelas pekerja Amerika yang semakin memburuk
Oleh Nick Beams
21 Januari 1999
Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, dalam pidato di depan
Detroit Economic Club pada awal bulan Januari 1999, menyambut
baik berita mengenai penurunan pengangguran, dengan menyatakan
bahwa keadaan ekonomi saat ini seperti "gelombang pasang
naik yang sedang mengangkat semua kapal". Pernyataan ini
merupakan sebuah referensi keklaim yang dibuat oleh Kennedy pada
awal tahun 1960an, pada puncak ledakan ekonomi setelah Perang
Dunia Kedua, ketika pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya keuntungan
bisnis tampaknya, berjalan beriringan dengan majunya tingkat kehidupan
untuk kelas pekerja dan keluarga-keluarga kelas menengah.
Dekade 1980an yang berkulminasi pada resesi di awal dekade
ini, melihat suatu proses ekonomi berbeda mengungkapkan diri:
keuntungan perusahaan yang bertambah, didampingi dengan jatuhnya
upah nyata dan meningkatnya ketidaksamaan sosial. Tetapi, pada
akhir resesi itu di tahun 1992, para pembela sistem profit mengatakan
bahwa dengan penurunan mantap tingkat pengangguran dan dengan
pengembangan "ekonomi baru", yang berdasarkan atas teknologi
informasion dan komputerisasi, tingkat kehidupan akan mulai naik
kembali.
Sebuah laporan baru yang diterbitkan pada bulan ini mengungkapkan
kebohongan dari skenario ini. Kondisi dari kelas pekerja Amerika
selama 1998-99 (The State of Working America 1998-99), yang
terakhir dari publikasi Institut Kebijaksanaan Ekonomi dalam seri
dua tahunannya, menunjukkan bahwa tidak hanya kecenderungan-kecenderungan
yang berkembang di tahun 1980an telah terus berlanjut, tetapi
kejahatan sosial baru telah juga berkembang.
Studi ini menemukan bahwa di samping peningkatan 2,6 persen
upah nyata semenjak 1996, upah rata-rata adalah tetap di bawah
tingkatnya pada tahun 1989, dan keluarga-keluarga pada umumnya
harus bekerja lebih banyak hanya untuk mempertahankan tingkat
kehidupannya.
Menurut pernyataan pers dari Institut Kebijaksanaan Ekonomi:
"Dengan menempatkan pendapatan ekonomi yang terakhir dalam
hubungan sejarahnya, studi ini menemukan bahwa standar hidup dari
sebagian besar keluarga pekerja tetap belum pulih dari kondisi
pada saat resesi di awal tahun 1990an, demikian halnya dengan
upah mereka yang tidak mengikuti pertumbuhan produktivitas. Pertumbuhan
pendapatan yang telah ditimbulkan di kalangan keluarga dengan
pendapatan menengah, ternyata didorong kuat oleh bertambahnya
jam kerja--bertambah 6 minggu setiap tahun sejak tahun 1989--untuk
menutupi memburuknya upah dalam jangka panjang. Kenyataan ekonomi
yang dihadapi keluarga-keluarga Amerika pada umumnya dalam tahun
1990an, menyangkut bertambahnya waktu kerja, menurunnya atau tidak
berubahnya penghasilan, dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terjamin
dan menawarkan keuntungan yang lebih kecil.
"Kelompok-kelompok pekerja baru telah mengalami penurunan-penurunan
upah pada tahun 1990an, termasuk sarjana-sarjana baru dan banyak,
pekerja-pekerja teknologi informasi, dan karyawan-karyawan kantor
(pekerja berkerah putih) lainnya. Pekerja wanita pada posisi menengah
dan menengah atas dalam distribusi upah, yang upah nyatanya naik
secara menyolok pada tahun 1980an, telah mengalami perlambatan
kenaikan upah secara tajam pada tahun 1990an."
Kesimpulan-kesimpulan ini tercermin dalam sejumlah statistik.
Penghasilan para pekerja yang telah disesuaikan dengan inflasi
pada tahun 1997 adalah 3,1 persen lebih rendah dari tahun 1989.
Dalam kurun waktu 1989-97, upah nyata turun lebih cepat untuk
para pekerja (minus 0,4 persen per tahun) dibanding dalam kurun
waktu 1979-89 (minus 0,2 persen per tahun). Upah dari pekerja
pria pada tahun 1997 adalah 6,7 persen lebih rendah dari 1989,
sementara upah pekerja wanita tumbuh hanya 0,8 persen pada 1990an
dibanding pertumbuhannya sebesar 5,7 persen pada dekade sebelumnya.
Salah satu dari temuan yang sangat penting adalah mengenai
upah pekerjaan tingkat permulaan. Antara tahun 1989 dan 1997,
upah nyata per-jam untuk pekerjaan di posisi ini, turun 7,4 persen
untuk pekerja pria dan 6,1 persen untuk wanita. Berlawanan dengan
pandangan bahwa penurunan upah adalah hasil dari kurangnya kualifikasi,
sarjana pria dengan 1 sampai 5 tahun pengalaman kerja upahnya
turun 6,5 persen dan 7,4 persen untuk sarjana wanita.
Dalam kurun waktu yang sama, gap antara upah dari pekerja rata-rata
dan para pimpinan eksekutif (CEO), terus membesar. Pada tahun
1965, CEO pada umumnya mendapat penghasilan 20 kali lipat dari
pekerja produksi pada umumnya, pada tahun 1989 perbandingan itu
telah naik menjadi 56 kali lipat, lalu semakin menanjak pada tahun
1997 menjadi 116 kali lipat.
Salah satu faktor dari pertumbuhan upah yang lambat adalah
pertambahan dari keuntungan perusahaan pada tahun 1990an. Bila
pertumbuhan keuntungan berjalan pada tingkat normal secara historis
selama tahun 1990an, maka kompensasi per-jam (upah ditambah keuntungan)
pada tahun 1997, dapat menjadi sekitar 7 persen lebih tinggi dari
yang sebenarnya terjadi.
Studi ini menemukan bahwa penghasilan total keluarga dipengaruhi
oleh pertumbuhan yang lebih lambat dan lebih besarnya ketidaksamaan,
dengan pendapatan keluarga pada tahun 1996 lebih rendah 1.000
dollar Amerika (lebih rendah 2,3 persen) daripada di tahun 1989,
puncak terakhir dari siklus bisnis sebelum resesi di awal 1990an.
Tanpa pernah terjadi dalam sebuah siklus bisnis sebelumnya, studi
itu mencatatkan, fase pemulihan berlangsung sedemikian lama tanpa
penghasilan keluarga pada umumnya melebihi apa yang telah dicapai
pada puncak sebelumnya.
"Keluarga-keluarga muda khususnya," studi itu melaporkan,
"telah terpukul kuat oleh lambatnya pertumbuhan penghasilan
keluarga dan melebarnya ketidaksamaan." Suatu studi antar
generasi menunjukkan bahwa sejumlah keluarga muda belakangan ini
mulai dengan pendapatan yang lebih rendah dan mendapat pertumbuhan
penghasilan yang lebih rendah ketika mereka telah mencapai usia
setengah baya.
Walaupun dengan adanya ledakan bursa saham, keluarga kelas
menengah pada umumnya telah berkurang kesejahteraannya mendekati
3 persen pada tahun 1997 dibanding pada tahun1989, dengan 10 persen
yang terkaya memanen hampir 86 persen dari pertumbuhan nilai bursa
saham semenjak 1989. Kekayaan total lebih terkonsentrasi pada
kalangan atas daripada penghasilan, dengan ketidaksamaan yang
makin memburuk di tahun 1990an. Menurut proyeksi yang dilakukan
oleh studi itu, bagian kekayaan dari kalangan 1 persen paling
atas dari populasi bertambah dari 37,4 persen di tahun 1989 menjadi
39,1 persen di tahun 1997. Dalam waktu yang sama, bagian kekayaan
yang dimiliki oleh kalangan menengah yang sekitar seperlima dari
populasi turun dari 4,8 persen menjadi 4,4 persen. Pada kenyataannya,
setelah dilakukan penyesuaian untuk inflasi, strata menengah Amerika
ini melihat kekayaannya turun 3 persen, secara utama disebabkan
oleh bertambahnya kondisi berhutang.
Pada bagian bawah dari skala, proporsi kalangan masyarakat
dengan tingkat kesejahteraan nol atau minus (keluarga-keluarga
yang memiliki hutang lebih dari yang mereka miliki) bertambah
dari 15,5 persen menjadi 18,5 persen. Angka kemiskinan juga meningkat
pada kurun waktu 1990an. Angka kemiskinan 13,7 persen pada 1996
naik dari 12,8 persen di tahun 1989. Lebih dari satu dari lima
anak-anak (20,5 persen) hidup dalam kemiskinan di tahun 1996,
naik dari 19,6 persen di tahun 1989 dan 16,4 persen di tahun 1979.
Angka kemiskinan anak kulit hitam dan etnis hispanik adalah 39,9
persen dan 40,3 persen secara berturut-turut.
Pada bagian lapangan pekerjaan, studi menemukan bahwa sementara
angka pengangguran telah turun menjadi sekitar 4,5 persen, perubahan
struktural dalam ekonomi telah meningkatkan ketidakamanan kerja
dan menurunkan proporsi dari pekerjaan berjangka panjang. Proporsi
pekerja yang bekerja dalam pekerjaan yang berjangka panjang (sekitar
sedikitnya selama 10 tahun) menurun dari 41 persen di tahun 1979
menjadi 35,4 persen di tahun 1996. Sebagian besar dari penurunan
dimulai semenjak akhir tahun 1980an. Pekerja-pekerja yang di-PHK
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, sepertiga dari
yang yang diwawancarai masih tidak memiliki pekerjaan untuk 1
sampai 3 tahun setelah PHK. Mereka yang mendapatkan pekerjaan,
menerima upah rata-rata 13 persen lebih rendah dari pekerjaan
sebelumnya, sementara sekitar seperempat dari mereka tidak lagi
menerima asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan. Pekerjaan
makin lama makin menjadi tak menentu--hampir 30 persen dari bekerja
dalam pekerjaan yang tak dapat digambarkan sebagai pekerjaan yang
tetap. Proces ini dicerminkan dalam statistik yang lain yaitu:
proporsi para pekerja yang bekerja melalui badan-badan bantuan
sementara, meningkat dari 1,3 persen di tahun 1989 menjadi 2,4
persen di tahun 1997.
Dalam beberapa cara, statistik yang paling dapat mengungkapkan,
adalah statistik yang membuktikan kekeliruan klaim bahwa "ekonomi
baru" sedang diciptakan untuk menyediakan akses pekerjaan
dengan bayaran lebih tinggi untuk mereka yang sarjana dan memiliki
kemampuan teknologi informasi. Studi menemukan kecenderungan upah
karyawan kantor dan pekerja yang berpendidikan sarjana tidak baik
pada tahun 1990an.
"Hal ini secara khusus adalah nyata," studi itu mencatatkan,
"untuk para pekerja pria dalam kurun waktu tahun 1989-97:
upah untuk hampir tiap kelompok pekerjaan dari karyawan kantor
tidak berubah atau menurun; jaminan asuransi kesehatan tidak meluas;
upah untuk pekerja berpendidikan sarjana naik hanya 1,2 persen;
dan besarnya upah premi perguruan tinggi atau sekolah menengah
bertahan tetap semasa kurun waktu pemulihan antara tahun 1992
dan 1997. Luar biasanya, upah pekerjaan tingkat permulaan yang
didapat oleh sarjana-sarjana baru, pria maupun wanita pada tahun
1997, adalah 7 persen lebih rendah dari tahun 1989. Bahkan mereka
yang disebut sebagai pekerja teknologi informasi belumlah mendapatkan
kemajuan yang memuaskan. Sebagai contoh: rekayasawan dan ilmuwan
yang baru dipekerjakan mendapatkan pertumbuhan sebesar sebesar
11 persen dan 8 persen lebih rendah di tahun 1997 dibanding sesama
kalangannya pada tahun 1989, meskipun dengan pertumbuhan upah
yang baik dalam kurun waktu 1996-97.
Para penyusun laporan studi ini menunjukkan pada bagian pengantar
dari laporan mereka: "Kecenderungan-kecenderungan ini tidak
sesuai dengan cerita bahwa teknologi informasi melakukan transformasi
penempatan pekerjaan, memberikan peluang bagi mereka yang diperlengkapi
untuk berpartisipasi dan menikmati desejahteraan sementara mereka
yang kurang memiliki ketrampilan tertinggal di belakang. Sebaliknya,
tampaknya pengalaman karyawan kantor pada tahun 1990an--penurunan
upah, perubahan tempat, ketidaktetapan kerja--mencerminkan pengalaman
yang tidak menyenangkan dari pekerja berkerah biru (pekerja kasar)
di tahun 1980an.
"Fenomena ini dapat digambarkan sebagai 'pengkerahbiruan'
('blue collarization') atas kehidupan kerja dari karyawan kantor
pada 1990an. Bagaimanakah ekonomi era informasi yang baru ini
dapat diharapkan untuk mengangkat seluruh upah kami, jika ekonomi
tersebut tidak dapat melakukannya untuk karyawan kantor, sarjana
baru yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan teknik, yang dapat
dianggap sebagai kalangan yang berpendidikan terbaik, paling mengerti
komputer, dan segmen paling fleksibel dari tenaga kerja kita?"