Terbaru

Glosarium

Tanya-Jawab

Editorial

Kabar Buruh

Video

Opini & Analisa

Buruh Migran

Kasus

Perempuan

Kabar Rakyat

Perusahaan & Lowongan Kerja

HAM & Demokrasi

Mutasi Pekerja Harus Kesepakatan 2 Pihak

Kamis, 24 November 2016 Tidak ada komentar
Perusahaan perlu memperhatikan hak asasi dan perlindungan hukum pekerja terkait dengan mutasi kepada karyawannya. Pihak perusahaan juga harus memperhatikan kondisi pekerja yang akan dimutasi, termasuk kondisi keluarganya.


Ilustrasi pekerja memeriksa kontrak kerja
  (Sumber foto : www.pixabay.com)

Persoalan itu muncul karena pada umumnya perusahaan mencantumkan ketentuan pekerja harus bersedia dimutasi biasanya dimuat dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja disertai dengan mencantumkan sanksi apabila menolak mutasi.

Dari persoalan ini selintas bahwa para pekerja harus bersedia dimutasi sesuai dengan ketentuan perusahaan dimana saja dan kapan saja perusahaan inginkan.

Padahal mutasi seorang pekerja sudah diatur dalam undang-undang. Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 pasal 32 diatur soal penempatan kerja karyawan.

Ayat satu disebutkan, penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, objektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.

Kedua, penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.

Kemudian ketiga, penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Jika mutasi tetap dilakukan dan pekerja merasa keberatan, upaya yang dapat dilakukan ialah melihat kembali ketentuan dalam peraturan perusahaan (PP) di tempat bekerja. Karena mutasi tanpa kesepakatan dapat diartikan perusahaan telah memerintahkan pekerja melaksanakan pekerjaan di luar perjanjian.

Pekerja yang tetap bertahan pada pendirianya, mereka mempunyai hak memohon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sesuai dengan pasal 169 ayat (1) Huruf e UU Ketenagakerjaan karena menyangkut perselisihan hak.

Adapun perselisihan dapat ditempuh dengan jalur mediasi antara pihak perusahaan dan pekerja, apabila tidak mencapai kesepakatan, dapat mengajukan atau mencatat perselisihan kepada pihak instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Jika tetap tidak mendapatkan kesepakatan, dapat mengajukan gugatan kepada pihak hubungan industrial.

Apabila perjanjian kerja dikualifikasikan sebagai menolak atau melanggar perintah kerja, bisa dianggap melanggar PP atau perjanjian kerja. Hal yang dapat dilakukan ialah mengupayakan cara kekeluargaan, menyampaikan latar belakang keberatan ketika dimutasi, misalnya karena biaya transportasi yang besar atau persoalan lain.

Dan jika persoalanya adalah persoalan transportasi, dapat meminta dipenuhinya hak penambahan uang trasnportasi. Sudah menjadi kewajiban pemberi kerja dalam penempatan kerja untuk memberikan perlindungan yang mencakup keselamatan, kesejahteraan, dan kesehatan mental maupun fisik tenaga kerja.


Selengkapnya → Mutasi Pekerja Harus Kesepakatan 2 Pihak

26 Aktivis Buruh Diputus Bebas

Selasa, 22 November 2016 Tidak ada komentar
Jakarta- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan 26 aktivis tidak bersalah atas dakwaan melawan perintah pejabat, Selasa (22/11). Aktivis yang dibebaskan adalah dua pengacara Bantuan Hukum LBH Jakarta, Tigor Gemdita dan Obed Sakti , 1 mahasiswa dan 23 buruh.

Polisi merusak mobil yang digunakan buruh
dalam aksi tolak UU Pengupahan (30/10/2015)
    (Sumber foto : Liputan6.com )

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan massa aksi mengabaikan imbauan dinyatakan tidak memenuhi unsur utama. Hakim berpendapat, aparat kepolisian bersalah karena melakukan pendekatan represif, yaitu membubarkan aksi dengan kekerasan. Polisi juga merusak mobil dan peralatan aksi milik buruh, merampas dan menghilangkan barang-barang, bahkan melakukan kekerasan.

Ketua Majelis Hakim Sinung Hernawan dalam putusannya mengatakan massa aksi telah mentaati  himbauan Kapolres, namun tetap disemprot water canon.

“Massa aksi sudah mentaati imbauan Kapolres, dan mobil komando pun sudah bergerak mundur meninggalkan lokasi, namun bergerak lambat, terhalang peserta aksi yang kocar-kacir karena terkena gas air mata,” terang majelis hakim.

Menurut Sinung, seharusnya aparat kepolisian mengacu ke UU No. 9 Tahun 1998, yaitu kebebasan menyatakan pendapat di depan umum.

Hakim juga menyatakan Kepolisian telah melakukan pelanggaran HAM terhadap buruh. Menyampaikan pendapat adalah hak buruh yang  dilindungi UU, Konstitusi dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

“Cara-cara damai yang dipakai buruh merupakan bagian dari dinamika dan respon cepat dalam upaya perubahan terhadap sebuah peraturan yang dinilai tidak adil."

Kasus ini berawal dari aksi unjuk rasa yang digelar di depan Istana Negara, Jumat(30/10/2015) lalu. Aksi dilakukan Gerakan Buruh Indonesia (GBI) untuk menolak PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan,  awalnya dilakukan dengan damai.

Namun polisi membubarkan paksa dengan semprotan air dari water canon. Mereka dituding mengabaikan perintah Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komasaris Besar Hendro Pranowo untuk memghentikan aksi demonstrasi dengan alasan waktu telah habis.

Selain itu, polisi juga menembakkan gas airmata ke arah para demonstran. Tembakkan ini cukup membuat buruh kocar-kacir. Demostran yang masih bertahan, akhirnya ditangkap polisi.

26 aktivis yang ditangkap menjadi korban kekerasan, mereka diseret, dipukul, bahkan mengalami robek di bagian kepala.
Selengkapnya → 26 Aktivis Buruh Diputus Bebas

Kapolres Sorong Tangkap Anggota KNPB yang Sedang Beribadah

Tidak ada komentar
Sorong- Kepolisian Sorong membubarkan dan menangkap paksa ratusan anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Papua.


Aksi KNPB Sorong Kota saat ingin menyelenggarakan HUT VIII KNPB
            (Sumber foto : tabloidjubi.com)
Tindakan aparat kepolisian dilakukan saat anggota KNPB sedang melaksanakan ibadah syukuran ulang tahun ke-VIII, sekaligus pelantikan pengurus wilayah KNPB di lapangan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Sorong, Sabtu (19/11).

Dikutip dari Tabloidjubi.com ada 106 nama yang  ditangkap. Namun beberapa saat kemudian 100 orang anggota KNPB telah dibebasakan. Tersisa 6 anggota yang masih ditahan, yakni Agustinus Kossay, Arnoldus Kocu, Kantius Heselo, Jack Badii, Mika Giban dan Oskar Solossa.

Tak hanya itu dikutip dari tabloidjubi.com Kapolres Sorong Kota, AKBP Edfrie Maith meminta agar insiden penangkapan tersebut tidak dipublikasikan. Ia mengaku telah bertemu dengan semua media di Sorong dan sepakat untuk tidak mempublikasikan berita penangkapan anggota KNPB.

Tindakan Kapolres Sorong yang menangkap dan membubarkan paksa tersebut dinilai telah melanggar UUD 28E ayat (1) soal kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah sesai keyakinannya. Selain itu, Kapolres juga diduga melanggar kebebasan pers. Sebab, kebebasan pers telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999.

Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak Kapolres Sorong Kota mengenai penagkapan dan pembubaran paksa peribadahan yang dilaksanakan oleh anggota KNPB.
Selengkapnya → Kapolres Sorong Tangkap Anggota KNPB yang Sedang Beribadah

UMK Jawa Barat Ditetapkan, Karawang Paling Tinggi

Tidak ada komentar
Karawang- Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) 2017 di Jawa Barat naik 8,25 persen. Kenaikan UMK ini ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 561/Kep.1191-Bangsos/2016 sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.

Sama seperti tahun sebelumnya, UMK Karawang menempati urutan tertinggi dibandingkan 26 Kabupaten lainnnya dengan nominal sebesar Rp3.605.272, naik Rp274.767 dari UMK tahun 2016 yakni Rp3.330.505. Disusul Kota Bekasi Rp3.601.650 ,dan Kabupaten Bekasi Rp3.530.438.
Ilustrasi UMK (Sumber foto: Suara Merdeka)


Sedangkan tiga Kabupaten/Kota yang menempati menempati urutan terendah, adalah Kabupaten Pangandaran Rp1.433.901, Kota Banjar Rp1.437.522, dan Kabupaten Ciamis Rp1.475.792.

UMK tiga daerah tersebut hanya mengalami kenaikan tidak lebih dari Rp150.000.  UMK Pangandaran hanya naik Rp109.281 dari Rp1.324.620, Kota Banjar naik Rp109.557 dari Rp1.327.965, dan Kabupaten Ciamis naik Rp112.473 dari Rp1.363.319 pada tahun sebelumnya.

Berikut besaran UMK 2017 di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat dengan kenaikan 8,25 persen:

1. Kota Banjar Rp 1.437.522

2. Kabupaten Cianjur Rp 1.989.115

3. Kabupaten Cirebon Rp 1.723.578

4. Kota Cirebon Rp 1.741.682

5. Kota Sukabumi Rp 1.985.494

6. Kota Tasikmalaya Rp 1.776.686

7. Kabupaten Bekasi Rp 3.530.438

8. Kabupaten Kuningan Rp 1.477.352

9. Kabupaten Garut Rp 1.538.909

10. Kabupaten Majalengka Rp 1.525.632

11. Kota Bandung Rp 2.843.662

12. Kabupaten Bogor Rp 3.204.551

13. Kabupaten TasikmalayaRp 1.767.029

14. Kabupaten Ciamis Rp 1.475.792

15. Kabupaten PangandaranRp 1.433.901

16. Kabupaten Indramayu Rp 1.803.239

17. Kabupaten Bandung Rp 2.463.461

18. Kabupaten Bandung Barat Rp 2.468.289

19. Kabupaten Sumedang Rp 2.463.461

20. Kota Cimahi Rp 2.463.631

21. Kota Depok Rp 3.297.489

22. Kota Bogor Rp 3.272.143

23. Kabupaten Sukabumi Rp 2.376.558

24. Kota Bekasi Rp 3.601.650

25. Kabupaten Karawang Rp 3.605.272

26. Kabupaten Purwakarta Rp 2.169.549

27. Kabupaten Subang Rp 2.327.072


Selengkapnya → UMK Jawa Barat Ditetapkan, Karawang Paling Tinggi

Rapat Penetapan Upah Batal Dilaksanakan Di Markas TNI, Ini Kata Buruh

Minggu, 20 November 2016 Tidak ada komentar
Bandung - Rapat pleno penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)  dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Jawa Barat tahun 2017, batal digelar di Markas Kodam III/Siliwangi TNI Angkatan Darat.
Foto ilustrasi:
Buruh melawan kebangkitan militerisme (Sumber: LBH Jakarta)


Melalui surat Nomor: Und.20/XI/perlin, Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat menerangkan, tempat rapat pleno pengupahan yang akan dilakukan besok Senin(21/11) dipindahkan ke ruang rapat Gedung Sate.

“Dipermaklumkan dengan hormat, menindaklanjuti surat Nomor Und.19/XI perlin tanggal 18 November 2016 perihal rapat pleno dewan pengupahan provinsi Jawa Barat. Untuk rapat pleno pengupahan tempatnya dialihkan,” demikian tertulis dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat, Ferry Sofwan Arif.

Pemindahan rapat pleno pengupahan UMK  pun mendapat respon beragam dari buruh.

Salah seorang buruh yang bekerja di PT Kyokoru Blow Moulding Indonesia, Adit mengatakan sudah seharusnya rapat dilakukan di gedung milik rakyat, agar buruh sebagai rakyat dapat hadir untuk mengawasi/mendampingi utusan/perwakilannya dalam melakukan rapat pengupahan tersebut.

“Kami juga berharap agar rapat bisa dilaksanakan secara terbuka, supaya buruh dan rakyat bisa menjadi saksi dengan memantau perwakilan buruh dan dewan pengupahan Provinsi,” ujar Adit.

Adapula buruh yang menilai, perpindahan tempat hanyalah strategi pemerintah yang bersikap "sok humanis" dan agar dinilai tidak militeristik.

“Tempatnya memang bergeser tapi pemiskinan terhadap kaum buruh tetap terjadi. Ini dibuktikan dengan sikap arogan pemerintah yang tetap menggunakan PP 78 sebagai acuan penetapan upah. Padahal UU lebih tinggi kedudukannya” tutur salah seorang buruh perwakilan SPSI, Eko kepada Solidaritas.net.

Pendapat berbeda diungkapkan perwakilan KASBI Karawang, Beni. Dirinya berpendapat dimanapaun tempat berundingnya adalah sah. Hanya saja dengan menjadikan markas TNI sebagai tempat perundingan, sama dengan membiarkan militerisme masuk ke dalam urusan sipil.

“Perundingan upah di Kodim itu menurut saya sudah berbau militerisme dan bentuk intimidasi bagi buruh,” katanya.

Buruh menduga, pemindahan tempat rapat pleno berhubungan dengan banyaknya jumlah buruh yang mencibir pemerintah terkait kasus Marsinah.

Selengkapnya → Rapat Penetapan Upah Batal Dilaksanakan Di Markas TNI, Ini Kata Buruh

Aksi Aliansi Mahasiswa Papua Dilarang Polisi

Sabtu, 19 November 2016 Tidak ada komentar
Semarang - Polisi melarang aksi yang dilakukan Alisansi Mahasiswa Papua (AMP ) Kota Semarang. Keterangan anggota AMP Semarang, Bernardo Boma, awalnya aksi yang dllakukan di Patung Kuda Universitas Diponegoro, mendapat larangan dari pihak Polrestabes. Namun setelah negosisasi dilakukan, aksi dapat dilakukan dengan penjagaan ketat.

Aksi AMP Komite Kota Surabaya
        (foto: Morip Tabuni)
               
" Aksi akhirnya dilakukan dengan penjagaan ketat dari Polisi. Aparat kepolisian Polrestabes Semarang. mengerahkan pasukan sebanyak dua peleton untuk menjaga aksi kami,"ujar Bernardo.

Bernado mengaku polisi juga sempat melakukan provokasi , namun peserta aksi tidak terpengaruh.

Aksi  menyerukan agar Pemerintahan Jokowi - JK untuk mencabut resolusi PBB 2054, ini juga berkangsung di Surabaya.

Dalam aksi serentak yang dilakukan di lakukan di dua kota tersebut, AMP Semarang dan Surabaya menuntut pemerintah memberikan kebebasan dan hak bagi warga Papua Barat untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Wakil Koordinator Lapangan (Wakorkap) AMP Kota Surabaya, Morip Tabuni mengatakan Pengesahan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 melalui Resolusi PBB 2504 pada 19 November 1969, tidak memberikan kebebasan dan rasa aman bagi rakyat Papua dalam Penentuan Pendapat Rakyat.

Saat berlangsung PEPERA, rakyat Papua diintimidasi, diteror, bahkan dibunuh.Sehingga berlangsungnya PEPERA tidak melalui proses yang demokratis.
Aksi AMP Komite Kota Semarang (foto: Bernardo Boma)


" PEPERA mengingkari perjanjian New York yang menghapuskan tindakan penentuan nasib sendiri di Papua melalui mekanisme Internasional yaitu One Man, One Vote ," terang Morip Tabuni.

Berdasarkan kenyataan tersebut,  dalam aksinya AMP mendesak Pemerintahan Jokowi-JK untuk melakukan  :

1. Memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.

2. Tutup perusahaan-perusahaan milik negara-negara Imperialis PT Freeport dan lain-lain.
3. Tarik Militer (TNI/POLRI) dari seluruh tanah Papua.
Selengkapnya → Aksi Aliansi Mahasiswa Papua Dilarang Polisi

Perundingan Upah di Markas TNI, Buruh Minta Tempat yang Netral

Tidak ada komentar
Bandung- Sehubungan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)  dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Jawa Barat tahun 2017, Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat mengundang segenap anggota dewan pengupahan untuk menghadiri rapat pleno di Markas Kodam III/Siliwangi TNI Angkatan Darat pada 21 November 2016.

Foto ilustrasi: buruh melawan kebangkitan militerisme.
Sumber: LBH Jakarta.
Undangan rapat pleno tersebut menuai protes dari kalangan buruh. Dengan memasukkan militer ke dalam masalah buruh, pemerintah dinilai melakukan kebiasaan yang terjadi pada zaman Orde Baru (Orba).

“Buruh minta tempat yang netral. Ini, kan, perundingan antara buruh, pengusaha dan pemerintah, kenapa harus di markas TNI?” tutur salah seorang anggota FSPEK KASBI Karawang, Gopur.

Senada dengan Gopur, menurut pengurus Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh, Ata, hal itu merupakan bentuk intervensi TNI ke ranah sipil/perburuhan sekaligus bentuk intimidasi yang sangat vulgar terhadap buruh.

Ata berharap,  agar dewan pengupahan dari buruh tidak menyepakati hal itu.

“Dewan pengupahan dari buruh berhak menolak mengikuti rapat pleno di markas TNI dan meminta perundingan diadakan di tempat lain yang lebih netral,” katanya.

Dia juga mempertanyakan sikap Wakil Gubernur yang sampai meneteskan airmata di mobil komando pada aksi 4 November saat meminta agar Ahok ditahan, padahal hal itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan dan kebutuhan  penduduk Jawa Barat. Sementara itu, saat warga Jabar memiliki kepentingan justru tidak pernah ditemui.

“Ketika kaum buruh mau menyampaikan aspirasi di kantor gubernur tidak pernah ditemui , ini malah rapat dewan pengupahan Provinsi di markas TNI. Aneh,” terangnya

Ini adalah kali pertamanya rapat pleno penetapan upah dilakukan di Markas TNI. Pada tahun sebelum-sebelumnya, rapat dilakukan di Disnakertrans.

Undangan Depekab berunding di markas TNI.
(Klik gambar untuk memperbesar)

Selengkapnya → Perundingan Upah di Markas TNI, Buruh Minta Tempat yang Netral
Jangan lewatkan