Terbaru

Glosarium

Tanya-Jawab

Editorial

Kabar Buruh

Video

Opini & Analisa

Buruh Migran

Kasus

Perempuan

Kabar Rakyat

HAM & Demokrasi

Perusahaan & Lowongan Kerja

Upah 70 Ribu per Hari, Resiko Kerja Kematian

Senin, 19 September 2016 Tidak ada komentar
Cikarang - Upah Pekerja Harian Lepas  (PHL) PT Gunung Garuda tidak sebanding dengan resiko kerja yang mereka terima. Keterangan dari salah seorang buruh PT Gunung Garuda yang sehari - hari bekerja di bagian crane mengatakan, upah yang mereka terima Rp 70.000 per hari, padahal resiko kerja yang mereka hadapai adalah kematian. Walaupun pekerja mengkhawatirkan keselamatan mereka, pekerjaan itu tetap dilakoni untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,

Foto Ilustrasi Pekerja Crane. 
“Kalau kita jatuh ya mati, tidak mungkin selamat karena kami kerja di atas,” tutur seorang buruh yang enggan disebutkan namanya, Jumat (16/9/2016).

Sementara upah Rp 70.000 per hari menurut buruh tidak cukup untuk keperluan sehari - hari, bahkan untuk standar hidup sehat tidak dapat mereka rasakan.

" Harga nasi bungkus paling murah Rp10.000, ini pun jauh dari standar makanan sehat. Belum lagi kebutuhan lain-lain, seperti biaya pendidikan anak, beras, listrik, air. Ya mau bagaimaan lagi, dicukup-cukupin aja."

Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Permenaker 7/2013, upah pekerja/buruh harian lepas ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:

(a) bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);

(b) bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu).

PT Gunung Garuda adalah perusahaan peleburan besi dan baja yang membangun pabrik di tengah pemukiman warga. Keberadaannya sudah berulang kali mendapat protes dari warga. Selain menyingkirkan warga dari tanahnya, limbah perusahaan juga sangat berpengaruh buruh terhadap kesehatan.

Tahun lalu pabrik ini juga pernah meledak dan mengakibatkan 12 buruh mengalami luka bakar, lima diantaranya mengalami luka serius.
Selengkapnya → Upah 70 Ribu per Hari, Resiko Kerja Kematian

Puluhan Pengacara Deklarasi Tim Pembela Kebebasan Berekspresi

Minggu, 18 September 2016 Tidak ada komentar
Bogor- Puluhan pengacara yang berasal dari 11 kota di Indoensia mendeklarasikan " Tim Pembela Kebebasan Berekspresi" di rumah Joglo Parakansalak, Bogor, Minggu (18/9). Alasan  mereka membentuk wadah tim pembela kebebasan berekspesi untuk memperhatikan penanganan peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi. Menurut mereka absennya penghormatan serta perlindungan atas hak kebebasan berekspresi di Indonesia menjadi acuan bagi pengacara atau advokat untuk membentuk sebuah wadah yang memperhatikan penanganan peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi.
Acara Deklarasi Tim Pembela Kebebasan Berekspresi di Bogor,
Minggu (18/9). Foto : Tiwi

Tim Pembela Kebebasan berekspresi berpendapat, saat ini terjadi peningkatan angka pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia yang telah mengindikasikan adanya pelanggaran yang sistematis terhadap HAM. Hal ini terlihat dari beberapa fakta dan temuan sebagai berikut:

  1. Warga negara yang menyampaikan kritik atau aspirasi melalui media sosial dikriminalisasi
  2. Warga negara yang menjalankan agama/kepercayaan/keyakinan sesuai dengan pilihan dan keyakinanya diasingkan, dianiaya dan distigma aliran sesat dan stigma negatif lainnya yang merendahkan martabat kemanusiaan
  3. Warga negara yang ingin mendirikan bangunan rumah ibadah dipersulit, sementara rumah ibadah kelompok minoritas dibongkar dan ditutup paksa atas nama izin bangunan yang tidak memenuhi persyaratan administratif

Tim pembela ini akan melakukan langkah-langkah strategis advokasi, seperti mendampingi korban, melakukan sosialisasi, mengkaji hukum, mendorong perubahan hukum dan mengajukan gugatan hukum kepada pemerintah. Peran advokat atau pendamping yang menguasai konteks pembelaan dengan menggunakan standar perlindungan HAM dinilai sangat vital dan urgent untuk melakukan kerja-kerja pendampingan terhadap para korban pelanggaran HAM.

Sebelum terbentuk tim pembela kebebasan berekspesi, pengacara-pengacara yang berasal dari berbagai wilayah, seperti Aceh, Papua, Maluku, Mataram, NTT, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Bogor dan Sukabumi ini telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Satu Keadilan, LBH Bandung, LBH Jakarta, SEJUK, LBH Pers, LBH Keadilan Jakarta Raya, LBH Keadilan Sukabumi Raya, LBH Yogyakarta dan DPN PERADI.

Selengkapnya → Puluhan Pengacara Deklarasi Tim Pembela Kebebasan Berekspresi

FSBB KASBI Beri Dukungan untuk Perjuangan Buruh PT Harapan Sukses Jaya

Sabtu, 17 September 2016 Tidak ada komentar
Bekasi - Sebagai bentuk solidaritas, Federasi Serikat Buruh Bekasi yang berafiliasi dengan Konfederasi KASBI (FSBB-KASBI) mengunjungi posko perjuangan Buruh PT Harapan Sukses Jaya (PT HSJ), Jumat (17/9).
FSBB KASBI Beri Dukungan Kepada Buruh PT Harapan Sukses Jaya
Foto : Erni "CC-BY-SA-3.0"

Solidaritas itu salah satunya diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan makanan dan minuman untuk buruh-buruh PT HSJ.

Bantuan itu perlu untuk mendukung perjuangan buruh PT HSJ yang setiap harinya selalu bergantian berjaga di posko yang mereka dirikan tepat di depan pabrik.

Buruh PT HSJ sudah selama 4 tahun berjuang melawan pengusaha. dan lima bulan mendirikan posko di depan pabrik. Gerakan ini dilakukan untuk membuktikan perlawanan mereka kepada pengusaha yang tidak mau memberikan hak mereka walaupun buruh sudah memenangkan gugatannya di pengadilan hubungan industrial (PHI) dan Mahkamah Agung (MA).

Saat ini buruh sedang menunggu keputusan Peninjauan Kembali (PK). “FSBB-KASBI bukan hanya bersolidaritas tetapi juga mendukung perjuangan buruh PT HSJ tanpa membedakan bendera serikat,” terang pengurus divisi pendidikan dan propaganda,  Ilham Jimbo saat menyatakan dukungannya

Dalam kasus itu, Majelis Hakim PHI mengabulkan lima tuntutan buruh. Hakim menghukum pengusaha untuk mempekerjakan kembali pekerja pada bagian dan jabatan semula dengan hak-hak yang sudah diterima sebelumnya dan tidak dikurangi. Kemudian, menghukum pengusaha memanggil ke 52 orang pekerja untuk kembali bekerja selambat-lambatnya 10 hari sejak dibacakan putusan.
Selain itu, menghukum pengusaha menerbitkan surat pengangkatan bagi ke 52 buruh sebagai PKWTT (pekerja tetap) PT HSJ.

Keempat, menghukum pengusaha membayar hak-hak ke 52 pekerja seperti kekurangan UMK (upah minimum kabupaten/kota) pada tahun 2012 dan tahun 2013, membayar upah proses dan THR. Serta yang terakhir menghukum pengusaha membayar uang paksa (dwangsom) Rp 500.000/hari kepada para pekerja apabila pengusaha tidak menjalankan putusan tersebut.
Selengkapnya → FSBB KASBI Beri Dukungan untuk Perjuangan Buruh PT Harapan Sukses Jaya

SAFENET: Empat Pasal dalam UU ITE, Subyektif

Tidak ada komentar
Jakarta- Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET) menilai pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) banyak memuat unsur subjektif.

JJ Adibrata. Sumber: Wikimedia Commons (CC-SA-4.0)
Sejak tahun 2008, SAFENET mencatat terdapat 154 kasus sejak UU ITE berlaku. Kasus pertama adalah kasus Narliswandi Piliang yang terjadi 28 Agustus 2008. Kasus ini terjadi saat Narliswandi Piliang atau Iwan Piliang menulis artikel Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto, yang akhirnya membawa dirinya berurusan dengan Satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya. Di tahun yang sama saat terjadi kasus Prita Mulyasari.

Kemudian, pada tahun 2014, Dodi Sutanto Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) divonis 14 bulan penjara di Pengadilan Negeri Medan, gara-gara tautan di media sosial miliknya.

SAFENET menjelaskan sejumlah persoalan dalam UU ITE tersebut. Pertama, adalah pasal 27 ayat 3 UU ITE, yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Definisi mendistribusikan dinilai terlalu luas, tidak membedakan komunikasi privat dan komunikasi publik. Kata mentransmisikan berarti melibatkan pihak perusahaan telekomunikasi dan pengembang.

Kemudian, tidak semua penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menjadi urusan negara lewat pidana, dalam pasal 310 KUHP ada 6 macam penghinaan.  Selain itu, terjadi duplikasi hukum dengan pasal 310 dan 311 KUHP sehingga muncul ketidakpastian hukum.

Selain itu SAFENET juga mengritisi Pasal 28 ayat 2. Bunyi pasal itu adalah
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian ata permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

Definisi informasi terlalu luas, sudah ada pasal 156 KUHP dan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan pasal 28 justru kerap digunakan untuk menjerat orang yang berbeda keyakinan dan agama karena dianggap membenci agama tertentu.

Pasal 29 yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” juga dikritisi oleh SAFENET.

Pada pasal tersebut, kata ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dinilai sangat subyektif sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Selain itu, pasal 45 yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar),”
Persoalannya, pengacara tidak hadir saat pemeriksaan padahal seseorang yang terancam pidana di atas 5 tahun penjara wajib mendapat bantuan hukum. Lalu, karena hukuman penjara di atas 5 tahun maka sesuai pasal 1 angka 21 KUHP seorang tersangka bisa ditahan karena memenuhi syarat obyektif dan subyektif. Penahanan bisa mencapai 100 hari. Padahal, mengenai ancaman pidana dan denda dalam KUHP, pencemaran diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Selengkapnya → SAFENET: Empat Pasal dalam UU ITE, Subyektif

Jelang Hari Tani, Ratusan Mahasiswa Untad Nonton The Mahuzes

Kamis, 15 September 2016 Tidak ada komentar
Palu - Menjelang hari tani ratusan mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) menggelar nonton bareng dan diskusi film "The Mahuzes", Kamis (15/9).
Suasana nonton fIlm The Mahuzes mahasiswa Universitas Tadulako, Palu
Kredit : Aras "CA-BY-SS-3.0".

 Koordinator pemutaran film Muhammad Aras mengatakan mahasiswa perlu menonton film dokumenter garapan jurnalis dan videografer Dandhy Dwi Laksono dan Suparta AZ, yang  bercerita tentang perubahan besar yang terjadi di Papua dengan program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE Project) dan investasi kelapa sawit.

Hal ini membuat Suku Malind bermarga Mahuze memperjuangkan tanah ulayat dari " serangan" tersebut. Suku Malind adalah kaum pemburu dan peramu, mereka tidak terbiasa dengan kegiatan bercocok tanam dan beternak. Namun, semua itu berubah sejak dicanangkannya MIFEE.

"Kami sengaja menagadakan acara ini menjelang Hari Tani 24 September, agar mahasiswa dapat memahami kondisi yang timpang," ujar Muhammad Aras.

Film yang lahir dari rangkaian Ekspedisi Biru mengangkat adanya konflik dan ketimpangan antara warga asli dengan industri kelapa sawit ini juga menceritakan gempuran industri sawit di Papua, perusahaan sawit semakin menjamur.

Proyek MIFEE ini seakan-akan membunuh masyarakat Papua secara tidak langsung. Dengan ditebangnya hutan-hutan untuk diubah menjadi lahan produktif untuk pertanian padi dan kelapa sawit, menjadikan Suku Malind di Merauke kehilangan tumpuan utamanya, lahan sagu.

Selain itu, terjadi juga sistem bagi hasil yang timpang antara Suku Malind (pemilik tanah) dengan perusahaan kelapa sawit (pengelola). Perusahaan menggunakan skema 80 : 20, dimana delapan puluh persen keuntungan diserahkan kepada perusahaan dan sisanya untuk pemilik tanah.

Dari tahun 1969- 2005, di Papua baru ada tujuh perusahaan kelapa sawit. Namun tahun 2014 jumlahnya telah mencapai 21 perusahaan, dengan 20 perusahaan lainnya dalam tahap siap beroperasi.
Selengkapnya → Jelang Hari Tani, Ratusan Mahasiswa Untad Nonton The Mahuzes

Tolak PHK, Buruh Minuman Kemasan Club Mogok Kerja

Tidak ada komentar
FPBI Serukan Boikot Air Kemasan Club
Foto: Andriansyah "CC-BY-SA-3.0"
Bekasi- Buruh PT Tirta Sukses Perkasa yang tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) melakukan aksi mogok kerja, Rabu (14/9).
Aksi yang diikuti 117 dari 150 buruh PT Tirta Sukses Perkasa ini dilatarbelakangi dugaan perusahaan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 48 buruh.
Mereka menuntut perusahaan untuk konsisten terhadap kesepakatan yang dirangkum dalam perjanjian bersama pada 10 September 2015 lalu.

Dari perjanjian bersama yang diterima Solidaritas.net, tercantum beberapa kesepakatan, yaitu Agustinus Haryanto selaku pihak pertama sekaligus Plant Manager PT Tirta Sukses Perkasa sepakat melaksanakan ketentuan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berisi perusahaan  akan merubah status  89 buruh kontrak menjadi buruh tetap dengan masa kerja terhitung dari mulai bekerja. Mereka juga berjanji akan memberikan surat pengangkatan pekerja tetap selambat-lambatnya 18 September 2015.

Selain itu, perusahaan air kemasan Club ini juga berjanji akan merubah status pekerja harian lepas menjadi buruh kontrak dan akan diangkat menjadi pekerja tetap setelah melewati masa kerja 2 x 6 bulan dengan masa kerja terhitung mulai dari masuk kerja, jika memenuhi syarat berdasarkan penilaian kerja setelah berkoordinasi dengan pihak serikat pekerja.
Namun, sebelum terjadi perubahan status, perusahaan justru berusaha melakukan PHK secara sepihak terhadap 48 buruh

Dalam siaran persnya, Ketua Serikat FPBI PT Tirta, Rizky Jumawan mengatakan, mogok terpaksa ditempuh karena perundingan menemui jalan buntu.

“Kami sudah mengingatkan dan berbicara baik-baik dengan manajemen bahwa karyawan kontrak harus di angkat menjadi karyawan tetap akan tetapi manjemen akan tetap lakukan PHK,” ujarnya.

Semenjak issu PHK sepihak terhadap 48 buruhnya beredar, buruh PT Tirta Sukses Perkasa yang tergabung dalam FPBI melakukan aksi protes melalui media sosial, Facebook. Dari pantauan Solidaritas.net, mereka memosting gambar bertuliskan boikot air kemasan club.
Selengkapnya → Tolak PHK, Buruh Minuman Kemasan Club Mogok Kerja

Marak Kasus Pelanggaran ITE, Facebook Harus Bertanggung Jawab

Rabu, 14 September 2016 Tidak ada komentar
Jakarta-GEMA Demokrasi desak Facebook untuk ikut bertanggung jawab merevisi UU ITE, hal ini disebabkan banyaknya kasus pengguna internet dan media sosial Facebook yang dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Rabu (14/9).

Gema Demokrasi tuntut Facebook ikut bertanggung jawab
terhadap korban UU ITE. Foto: Tim Solidaritas.net
(CC-BY-SA-3.0)
Selama ini, Facebook sebagai perusahaan teknologi internet  memiliki pemakai paling besar di Indonesia, yaitu lebih 14 persen dari 102 juta pengguna internet menggunakan Facebook, namun media sosial ini tidak pernah menunjukkan kepedulian pada facebooker yang dijerat UU ITE.

Padahal Facebook dan penggunanya sama rentannya dijerat UU ITE. Pasal 27, 28, 29 UU ITE juga akan menjerat Facebook sebagai pihak yang membuat dapat diaksesnya informasi yang dikategorikan sebagai cybercrime, juga sebagai pihak yang bisa mendistribusikan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan kepada para penggunanya secara tidak tepat.

Desakan itu disuarakan GEMA Demokrasi berdasarkan catatan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), berdasarkan laporan sejak tahun 2008 sampai belakangan ini, ada lebih dari 200 nama yang sudah dilaporkan ke polisi. Mereka berurusan dengan hukum setelah beropini/berbagi status/berekspresi dengan tulisan, foto, video karena dianggap telah melakukan penyebaran pornografi, pencemaran nama baik, penodaan agama dan ancaman sesuai pasal di dalam UU ITE.

Pada tahun 2016, ada 6 sampai 7 kasus perbulan. Dari jumlah yang ada, ekspresi para pemakai Facebook/Facebooker yang paling tinggi dilaporkan ke polisi karena. Mencapai 53 persen dari jumlah yang dilaporkan ke polisi.

(Baca juga:  Vonis Saut, Kekalahan Dunia Sastra)

GEMA Demokrasi menyerukan,  Facebook bertangungjawab atas penggunanya yang dilaporkan kepada pihak yang berwajib, dan harus ikut serta meminta kepada Kemkominfo dan Komisi I DPR agar menyusun revisi UU ITE.

Koordinator Regional SAFENET Damar Juniarto menyerukan Facebook tidak dapat menutup mata dan hanya mendapatkan keuntungan semata.   “Saya pikir sudah saatnya perusahaan teknologi ini diingatkan akan tanggung jawab sosial dari bisnis yang dijalankannya agar tak hanya jalan mengeruk keuntungan tapi memperhatikan juga hak-hak asasi yang berada dalam ruang lingkup kinerjanya,” tegas Damar Juniarto.
Selengkapnya → Marak Kasus Pelanggaran ITE, Facebook Harus Bertanggung Jawab
Jangan lewatkan