- published: 25 Apr 2016
- views: 56199
Taufiq Ismail is an Indonesian poet and activist. Ismail figured prominently in Indonesian literature of the post-Sukarno period and is considered one of the pioneers of the "Generation of '66". He completed his education at the University of Indonesia. Before becoming active as a writer, he taught at the Institut Pertanian Bogor. In 1963, he signed the "Cultural Manifesto" as a document that opposed linking art to politics. This cost him his teaching position at the Institut.
Ismail wrote many poems, of which the best-known are: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya : Kilas Balik Ofensif Lekra, Ketika Kata Ketika Warna and Seulawah-Antologi Sastra Aceh. Bored with his serious writing style, in 1970 he began writing poems mixed with humor. He has won many awards, including the "Cultural Visit Award" from the Australian government (1977) and the S.E.A. Write Award (1994).
Ishmael (Hebrew: יִשְׁמָעֵאל, Modern Yishma'el, Tiberian Yišmāʻēl ISO 259-3, Yišmaˁel; Greek: Ἰσμαήλ Ismaēl; Arabic: إسماعيل ʾIsmāʿīl; Latin: Ismael) is a figure in the Tanakh and the Qur'an and was Abraham's first son according to Jews, Christians, and Muslims. Ishmael was born to Abraham and Sarah's handmaiden Hagar (Genesis 16:3). According to the Genesis account, he died at the age of 137 (Genesis 25:17).
The Book of Genesis and Islamic traditions consider Ishmael to be the ancestor of the Ishmaelites and patriarch of Qaydār. According to Muslim tradition, Ishmael the Patriarch, and his mother Hagar, are said to be buried next to the Kaaba in Mecca.
Cognates of Hebrew Yishma'el existed in various ancient Semitic cultures, including early Babylonian and Minæan. It is a theophoric name translated literally as "God (El) has hearkened", suggesting that "a child so named was regarded as the fulfillment of a divine promise".
This is the account of Ishmael from Genesis Chapters 16, 17, 21, 25
Taufik Ismail dan Puisi Angka Angka Ideologi Lama
MALU AKU JADI ORANG INDONESIA (Karya Taufik Ismail) Di negeriku yang didirikan pejuang religius Kini dikuasai pejabat rakus Kejahatan bukan kelas maling sawit melainkan permainan lahan duit Di negeriku yang dulu agamis Sekarang bercampur liberalis sedikit komunis Ulama ulama diancam karena tak punya pistol Yang mengancam tinggal dor Hukum hukum keadilan tergadai kepentingan politis Akidah akidah tergadai materialistis Aku hidup di negara mayoritas beragama Islam Tapi kami tersudut dan terancam Telah habis sabarku Telah habis sabar kami Pada presiden yang tak solutif Pada dewan dan majelis yang tak bermufakat Pada semua bullshit yang menggema saat pemilu Pada nafsu yang didukung asing dan aseng Rakyat kelas teri tak berdosa pun digoreng Kusaksikan keindahan negara yang menegakkan kh...
BEKASI (Panjimas.com) – Ideologi komunis, disinyalir bangkit kembali. Di negeri ini, komunis menyisakan penglaman pahit dan menjadi bahaya laten. Diawali dua orang pemuda, Karl Marx dan Frederick Engels, dalam tulisannya berjudul Manifesto Komunis, ideologi tersebut kemudian berkembang menjadi ideologi yang membinasakan manusia, tidak pernah mengenal moralitas agama, dan mencampakkan eksistensi Tuhan. Sehingga tidak heran jika tujuan ideologi Komunis ialah, “Merebut kekuasaan dengan kekerasan, menggulingkan seluruh kekuatan sosial yang ada.” Hal itu disampaikan oleh Budayawan, Sastrawan dan Penyair ternama, Buya Taufiq Ismail, dalam seminar bertajuk “Mengenal Sejarah dan Ideologi PKI Serta Ancamannya Bagi Kedaulatan NKRI” di STID Muhammad Natsir. “Apa pedoman praktisnya? Zagladin dkk. ...
Satu Jam Lebih Dekat dengan Taufiq Ismail 26 Agustus 2010 -------------------------------------------- Fadli Zon Library Jalan Danau Limboto C2 96 Jakarta Pusat - Indonesia P. +62 - 21 573 4382 F. +62 - 21 570 36243 E. contact@fadlizon.com http://fadlizon.com http://fadlizonlibrary.com http://fb.com/FadliZonPage http://twitter.com/FadliZon
Budayawan Muslim Taufiq Ismail diprotes dan diusir oleh peserta Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965” ketika membacakan puisi yang dinilai bermuatan kritik terhadap kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI), di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4/2016). Taufiq Ismail dianggap memprovokasi peserta simposium dengan bait puisi mengenai rezim komunis yang kejam, begitu juga dengan PKI. Para peserta yang terindikasikan loyalis PKI melontarkan suara “Huuuu, Weeeee, Provokator! Itu bukan baca puisi!” kepada Taufiq. Sejak era sebelum G30S PKI 1965, Taufiq Ismail memang dikenal sebagai budayawan yang anti PKI. Taufiq bahkan sempat menggagas Manifes Kebudayaan untuk menandingi seniman/sastrawan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Lekra merupakan organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia. L...