Setidaknya dua orang terbunuh dan lebih dari 20 terluka dalam
bentrokan dengan polisi dan tentara selama dua hari demonstrasi
dan penjarahan oleh pelajar dan pemuda pengangguran di Ibukota
Timor Timur, Dili. Keadaan tetap menyekam setelah pemerintah menetapkan
jam-malam pada hari Rabu dan memanggil pasukan PBB untuk membantu
polisi mengamankan gedung-gedung vital dan mematroli jalan-jalan
kota itu. Sebagian besar pertokoan dan usaha-usaha, dan juga perguruan
tinggi dan sekolah menengah umum, tutup kemarin.
Demonstrasi oleh para pelajar meledak pada hari Selasa setelah
polisi memasuki sebuah sekolah menengah umum untuk menangkap seorang
pelajar yang dituduh terlibat dalam kekerasan gang. Pada hari
Rabu pagi, setidaknya 500 pelajar dan unsur masyarakat lainnya
berkumpul di depan Kantor Pusat Polisi di Dili untuk memprotes
penangkapan tersebut. Presiden Xanana Gusmao datang ke kantor
polisi untuk menghimbau ketenangan namun tidak dihiraukan dan
harus segera dikawal masuk setelah batu-batu mulai berterbangan.
Polisi menjawab pelemparan batu dengan tembakan peringatan
dan lalu menembak ke dalam kumpulan massa, membunuh setidaknya
seorang pelajar, dan tambah menimbulkan kebencian ketika mereka
mencoba mengambil jazad sang pelajar. Para pelajar yang penuh
kemarahan disertai oleh masyarakat umum dalam kerusuhan yang ditujukan
kepada pemerintah, PBB dan usaha-usaha milik pengusaha asing.
Para demonstran menjarah dan membakar toko-toko, kendaraan-kendaraan
dan gedung-gedung, termasuk rumah tinggal Perdana Menteri Mari
Alkatiri, gedung parlemen dan mesjid Dili.
Pejabat Timor Timur mengumumkan bahwa dua orang terbunuh
salah satunya seorang pelajar berusia 14 tahun, Honorio Ximenesnamun
angka kematian bisa menjadi lebih tinggi. Para saksi mata menyatakan
bahwa polisi menembak dan membunuh sampai dengan lima orang. Saturnino
Saldaha, seorang dokter di rumah sakit Dili, menyatakan bahwa
fasilitasnya dipenuhi oleh pemuda-pemuda yang terluka parah dan
sangat membutuhkan donor darah. Sekitar 80 orang telah ditangkap
karena penjarahan dan berbagai tuduhan lain dan kini ditahan di
fasilitas PBB di Tasielo di luar Dili.
Gusmao, Alkatiri dan yang lainnya segera berusaha menyalahkan
provokasi luar dan mempertegas bahwa mereka yang terlibat
akan menghadapi sepenuhkan hukum yang berlaku. Terdapat
di antara mereka yang bukan dari sekolahan itu (sekolah menengah
umum di mana pelajar itu ditangkap), dan merekalah yang menghasut
kejadian ini, Gusmao menyatakan.
Alkatiri menapis pernyataan bahwa demonstrasi ini merupakan
perwujudan ketidakpuasan terhadap pemerintah, ia menyatakan: Hal
ini tidak ada hubungannya dengan ketidakpuasan umum, hanya dengan
situasi yang dimanfaatkan oleh orang-orang lain.
Menteri Dalam Negeri Rogerio Lobato secara tegas menyimpulkan
bahwa para demonstran merupakan suatu tindakan terorganisir
untuk menjatuhkan pemerintahan. Ia dan beberapa pejabat
menuduh bahwa CDP-RDTL (Komite Pertahanan SipilRepublik
Demokrasi Timor Timur) berada di balik kerusuhan ini. Organisasi
ini, yang menentang kehadiran PBB dan menyerukan kemerdekaan menyeluruh
untuk Timor Timur, telah mengorganisir beberapa demonstrasi anti-pemerintah.
Pemerintah sangat jelas mencari kambinghitam untuk mengalihkan
perhatian dari kegagalan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. Terdapat
suatu jurang pemisah sosial yang besar antara segelintir kaum
elit yang terdiri dari pejabat pemerintahan, pengusaha, pejabat
asing, pekerja sosial asing dan pasukan asing dengan sebagian
besar dari masyarakat, sebagian besar dari mereka tidak mempunyai
pekerjaan dan hidup di bawah garis kemiskinan.
Para pemuda, terutama, sangat marah bahwasanya luangan untuk
pendidikan dan memperoleh pekerjaan adalah sangat kecil. Di antara
usaha-usaha yang dijarah pada hari Rabu adalah supermarket milik-Australia
Hello Mister, yang mengkhususkan diri menyediakan
kebutuhan import untuk para pekerja PBB dan pekerja asing. Di
mana pasukan PBB dan para pejabatnya dibayar tunjangan hidup sebesar
US$100.00 per hari, sebagian besar penduduk Timor Timur berjuang
mati-matian hanya untuk hidup dari hari kehari. Sebagian kecil
dari mereka yang dapat pekerjaan berpenghasilan rata-rata US$6.00
per minggu.
Perkiraan pengangguran berkisar antara 70 sampai dengan 80
persen. Lagi pula, hal ini bertambah parah setelah Timor Timur
menyatakan secara resmi deklarasi kemerdekaan pada 20 Mei 2002,
halmana jumlah pegawai PBB berkurang. Kesulitan yang dihadapi
oleh para penduduk pedesaan di daerah perdalaman bertambah dengan
parahnya musim kemarau. Walau dengan batas garis kemiskinan resmi
ditetapkan senilai US$0.50 sen per hari, suatu penelitian PBB
tahun lalu menemukan bahwa 60 persen dari masyarakat di perdalaman
hidup dalam kemiskinan. Pendidikan dan jasa kesehatan sangatlah
sederhana.
Sebagian besar penduduk Timor Timur merasa dikhianati setelah
janji-janji yang diberikan menyusul intervensi militer PBB yang
dipimpin oleh Australia ke Timor Timur tidak terwujud. Tampak
sangat tegang dengan keadaan ini, Perdana Menteri Australia John
Howard menelepon mitranya di Dili menjanjikan pemberian bantuan
keuanganuntuk memperkuat kemampuan kepolisian dan kehakiman,
dan bukannya untuk meniadakan penyebab pokok akan krisis social
itu.
Pandangan bahwa administrasi Alkatiri berkuasa hanya untuk
suatu kelompok elite yang kecil dipertegas dengan keputusannya
untuk menggunakan bahasa Portuguese, bahasa dari kekuatan penjajah
terdahulu, sebagai bahasa resmi negara. Sebagian besar dari masyarakat
-sekitar 90 persen- hanya dapat berbahasa Indonesia
atau Tetum dan berbagai bahasa lokal lainnya dan dengan sendirinya
tidak dapat bekerja untuk pemerintahan dan tersingkir dari parlemen,
pengadilan dan berbagai institusi resmi pemerintahan.
Salah satu permasalahan yang menimbulkan amarah terhadap polisi
adalah klaim bahwa dalam jajaran kepolisian terdapat bekas anggota
milisi pendukung Indonesia yang mengobarkan gelombang kekerasan
melawan para pendukung kemerdekaan sebelum dan setelah referendum
akan status Timor Timur yang disponsori oleh PBB di tahun 1999.
Pemerintah telah terpaksa menyetujui bahwa pemerintah akan memberikan
prioritas di hari esok untuk para bekas pejuang kemerdekaan untuk
mengisi ratusan lowongan pekerjaan kepolisian.
Kesengsaraan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat telah
menimbulkan berbagai demonstrasi anti-pemerintahan. Pada tanggal
28 Nopember 2002, selagi pejabat pemerintah melaksanakan acara
peringatan perayaan akan percobaan pertama deklarasi kemerdekaan
Timor Timur ditahun 1975, sekitar 3000 orang berkumpul untuk menentang
Alkatiri dan kebijaksanaan pemerintahannya. Pada acara resminya,
Gusmao merasa perlu mengaku pada massa bahwa kita lebih
tergantung dari sebelumnya, untuk hidup dari kekuatan dan kemampuan
orang-orang lain.
Usaha oleh Gusmao dan Alaktiri untuk menyalahkan demonstrasi
minggu ini pada agitasi dari luar sekedar menunjukan
posisi mereka yang makin terkucil. Tidak mampu menjawab permasalahan
sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat,
pemerintah memberi signal akan kehendak pemerintah untuk mematahkan
segala jenis perlawanan politik. Dengan tindakan semacam ini,
pelaksanaannya tergantung semata hanya pada 4,700 pasukan asing
dan polisi yang masih berada di Timor Timur di bawah bendera PBB.
Hal yang penting juga, Menteri Luar Negeri Jose Ramos Horta, berbicara
dari Madrid, menyerukan kepada PBB untuk memperlambat langkah
pengurangan pasukan PBB.